Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
"Hal tersebut bisa memperlebar defisit, dan karena itu, berdampak negatif pada yield dari sisi pasokan," paparnya.
Ketiga, risiko geopolitik yang belum menunjukkan akhir. Ahmad menjelaskan, risiko bertambah setelah muncul genosida Israel ke Gaza setelah sebelumnya ada perang Rusia-Ukraina. Keduanya saat ini masih berlangsung dan memiliki risiko tersembunyi dan perlu diwaspadai.
Ia pun berharap perang tidak meluas dan melibatkan embargo minyak. Menurutnya, jika terjadi maka harga minyak bisa terbang dan pada akhirnya mendorong naik tingkat inflasi.
Baca Juga: Kemenkeu Merilis Aturan Baru Terkait Insentif Fiskal Daerah Tahun Anggaran 2024
"Hal ini kemudian akan berakibat pada lebih kecilnya peluang penurunan suku bunga sesuai skenario awal," katanya.
Keempat, pasokan baru yang lebih tinggi. Dipaparkan, fundamental permintaan-penawaran di tahun 2023 relatif terjaga, mengingat permintaan domestik masih kuat dan pasokan baru relatif kecil mempertimbangkan surplus anggaran hingga Oktober.
Namun di tahun depan, Pefindo memperkirakan surplus tidak akan berlangsung. Sehingga, pemerintah perlu mengumpulkan lebih banyak pembiayaan di pasar surat utang.
"Sebagai akibatnya, pasokan baru akan lebih banyak daripada tahun ini dan oleh karena itu, berefek negatif terhadap yield," sebutnya.
Adapun pemerintah menargetkan defisit anggaran Rp 523 triliun di tahun 2024, naik dari Rp 486 triliun di 2023. Sementara itu, target pembiayaan melalui surat utang akan meningkat hampir dua kali lipat daripada estimasi 2023, yaitu menjadi Rp 666 triliun (estimasi 2023: Rp363 triliun).
Baca Juga: Pekan Kedua Desember 2023, Dana Asing Masuk Rp 6,82 Triliun
Kelima, pelemahan pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Menurutnya, hal itu bisa berdampak pada ekspor dan tekanan neraca dagang, dan karena itu, tekanan terhadap rupiah.
Keenam, semakin intensifnya pengawasan pasar kripto seperti Binance. Menurutnya, Binance dan crypto exchange lainnya sedang diawasi ketat oleh SEC.
"Binance adalah bursa kripto terbesar dari sisi kapitalisasi pasar dan jika ada guncangan terhadapnya, sebagaimana terjadi pada kebangkrutan FTX, itu bisa menyebabkan dampak negatif bagi pasar keuangan global mengingat besarnya perputaran uang di sana dan banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat," tegasnya.
Namun, melebarnya spread yield akhir-akhir ini tetap bisa mendorong minat asing masuk ke pasar Indonesia. "Kami mengharapkan akan ada sekitar Rp 30 triliun hingga Rp 50 triliun di tahun depan," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News