Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Kinerja emiten perbankan juga diproyeksikan masih berpeluang naik tahun ini. Salah satu pendorongnya yakni rencana kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS), yakni The Fed, yang sudah dimulai pada bulan Maret 2022.
The Fed berencana meningkatkan suku bunga sebanyak tiga kali sampai empat kali pada tahun ini yang bertujuan untuk meredam inflasi AS yang tinggi. Dari katalis tersebut, kemungkinan Bank Indonesia (BI) juga akan meningkatkan suku bunga acuan pada tahun ini.
Apabila suku bunga acuan naik, maka suku bunga simpanan dan kredit akan berpotensi naik juga. “Hal ini menyebabkan masyarakat mulai melirik deposito untuk alternatif investasi, sehingga banyak orang kembali memasukkan/menyimpan uang di bank. Tentunya hal ini menjadi katalis positif bagi perbankan,” terang Raditya kepada Kontan.co.id, Minggu (20/3).
Kinerja emiten berbasis komoditas juga berpotensi masih menguat di tahun ini selama Rusia dan Ukraina belum menemukan titik temu untuk berdamai. Di tengah tingginya permintaan, memanasnya hubungan geopolitik Rusia dan Ukraina membuat pasokan komoditas terganggu. Kondisi ini yang menyebabkan kenaikan signifikan harga komoditas akhir-akhir ini.
Baca Juga: Lama Tak Terdengar, Begini Kelanjutan Kasus CEO Jouska
Rekomendasi saham
Senada, analis Panin Sekuritas Timothy Wijaya menilai kinerja emiten tambang batubara seperti PT Adaro Energy Tbk (ADRO) akan solid tahun ini. Timothy menilai, harga batubara sepanjang tahun 2022 dapat terus bertahan di level US$ 160 per ton seiring dengan konflik yang terjadi di Ukraina. Berdasarkan asumsi ini, laba bersih ADRO pada 2022 diestimasikan meningkat menjadi US$ 1,20 miliar, naik dari estimasi sebelumnya di level US$ 476 juta.
Outlook ADRO juga dipoles oleh potensi pengembangan usaha di bidang energi terbarukan serta posisi neraca yang sehat. Timothy merekomendasikan beli saham ADRO dengan target harga Rp 3.400.
Timothy juga mempertahankan outlook positif untuk ITMG. Namun ITMG memiliki target produksi dan penjualan yang cenderung stagnan (flat) dibandingkan peers, sehingga perkembangan pendapatan di tahun ini berpotensi lebih rendah. Timothy merekomendasikan beli saham ITMG dengan target harga Rp 32.500 per saham.
Baca Juga: Menangkap Peluang Pada Pasar Saham di Tengah Konflik Rusia-Ukraina
Sementara untuk PTBA, prospeknya ditunjang oleh potensi pengembangan usaha strategis seperti PLTU Sumsel 8 dan pengembangan angkutan infrastruktur kereta api dan Pelabuhan Kramasan serta Perajen. Pengembangan infrastruktur kereta api ini akan berdampak terhadap potensi penurunan biaya angkut kereta yang saat ini porsinya 26% dari total biaya.
“Namun patut diketahui, PTBA memiliki pangsa pasar domestik yang dominan dengan harga batubara acuan (HBA) yang relatif lebih rendah dari harga batubara acuan global,” terang Timothy. Untuk saham PTBA direkomendasikan beli dengan target harga Rp 4.100.
Sementara itu, terdapat sejumlah saham yang punya prospek bagus namun valuasinya masih menarik yang direkomendasikan oleh Raditya, yakni BBTN dengan target harga Rp 1.970, BBNI dengan target harga 8.700, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan target harga 2.800, dan ASII dengan target harga Rp 6.900.
Di sisi lain, menurut Raditya emiten yang masih akan tertekan kinerjanya tahun ini adalah emiten rokok. “Emiten-emiten rokok kami proyeksikan masih terdampak kenaikan harga cukai dua tahun terakhir,” pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News