Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik Rusia–Ukraina ini memberikan kejutan yang besar bagi pasar keuangan dunia seperti terlihat pada peningkatan volatilitas dan aksi jual pada kelas aset berisiko.
Mengingat bahwa Rusia dan Ukraina memiliki peran yang penting dalam rantai pasokan migas, metal industri dan pangan dunia, dampak instan yang dirasakan adalah kenaikan harga komoditas dan inflasi.
Senior Portfolio Manager Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Caroline Rusli menjelaskan, pemulihan ekonomi global dan gangguan rantai pasokan menjadi katalis bagi harga komoditas utama Indonesia seperti batu bara, kelapa sawit, dan nikel yang memberikan kontribusi bagi devisa negara dan membantu stabilitas nilai tukar rupiah.
Baca Juga: Rekomendasi Saham dan Proyeksi IHSG, Senin (21/3)
Posisi Indonesia sebagai net eksportir komoditas juga memberikan efek lindung nilai dari kenaikan harga komoditas karena konflik Rusia – Ukraina. Hal ini juga memberikan trickle-down effect terhadap perekonomian secara keseluruhan lewat meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang bekerja dan berhubungan dengan sektor yang bersangkutan.
“Dari dalam negeri, Indonesia justru diuntungkan oleh momentum pemulihan ekonomi yang terus berlanjut seiring dengan pulihnya mobilitas dan meningkatnya vaksinasi. Investasi juga turut mendorong pemulihan ekonomi di mana realisasi investasi mencapai rekor tertinggi di kuartal terakhir 2021,” kata Caroline dalam keterangan resmi, Sabtu (19/3).
Terlepas dari isu konflik Rusia-Ukraina dan kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), Caroline menyoroti rupiah justru menunjukkan kinerja yang resilien. Jika dahulu rupiah sering menjadi usual suspects ketika terjadi peningkatan volatilitas global, kali ini rentang pergerakan rupiah sudah jauh lebih baik (sempit).
Baca Juga: Banyak Emiten BUMN Cetak Laba Jumbo, Begini Rekomendasi Analis
Menurut dia, kondisi ini ditopang oleh fundamental makro ekonomi dan dinamika pasar finansial domestik yang suportif. Seperti kinerja ekspor yang solid sepiring harga komoditas yang tinggi, peranan investor domestik yang meningkat di pasar obligasi dan saham, skema burden sharing Bank Indonesia menopang stabilitas pasar, hingga indikator makroekonomi yang solid (cadangan devisa tinggi, surplus pada transaksi berjalan, CDS stabil).
Menghadapi kondisi pasar saat ini yang dipenuhi faktor ketidakpastian, Caroline menyebut strategi pengelolaan portofolio bisa diarahkan untuk menangkap peluang investasi jangka menengah ke panjang.
Ia memiliki pandangan yang positif terhadap beberapa komoditas yang mempunyai potensi pertumbuhan struktural yang baik (bukan hanya disebabkan oleh faktor konflik), seperti misalnya nikel yang memiliki katalis struktural positif untuk produksi baterai mobil listrik dan dukungan program pemerintah untuk membangun value chain dari baterai mobil listrik di Indonesia.
Baca Juga: Pekan ini Menguat, Begini Proyeksi IHSG di Pekan Depan
Di samping itu, batubara juga terlihat cukup solid sebagai alternatif gas, terutama dengan adanya konflik Rusia–Ukraina yang menyebabkan kenaikan harga gas untuk beberapa negara Eropa. Berkurangnya pasokan batubara dari Rusia yang merupakan pemasok batubara terbesar ketiga di dunia menyebabkan kenaikan permintaan batu bara dari produsen lain, termasuk Indonesia.
“Sementara beberapa sektor yang input biayanya banyak tergantung pada harga komoditas, seperti semen dan barang konsumsi akan mengalami tekanan profit margin,” pungkas Caroline.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News