Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Sejumlah emiten telah mempersiapkan rencana ekspansi di tahun 2016. Untuk membiayai ekspansinya, beberapa diantaranya berencana mencari pendanaan di pasar modal lewat penerbitan surat utang (obligasi).
PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) misalnya, menganggarkan belanja modal (capex) senilai Rp 1,7 triliun tahun depan guna mengembangkan kawasan industri di Karawang, Subang dan Bekasi. Untuk mendanai capex dalam dua tahun ke depan perseroan tengah mengkaji menerbitkan obligasi berkelanjutan (Penawaran Umum Berkelanjutan/PUB) sebesar Rp 3 triliun dengan tenor lima tahun. Tahun depan, emiten kawasan industri ini berencana merilis tahap I sekitar Rp 700 miliar -Rp 800 miliar.
Di saat yang sama perseroan juga tengah mempertimbangkan menerbitkan surat utang jangka menengah (multicurrency medium term note programme /MTN programme) dalam dollar Singapura sebesar S$ 300 juta atau sekitar Rp 2,9 triliun. Ini akan diterbitkan secara bertahap. Tahap I akan diterbitkan lebih dari 20% atau kurang dari 50% ekuitas perseroan per akhir Juni 2015.
Johannes Suriadjaja, Direktur Utama SSIA mengatakan, perseroan sebetulnya lebih condong untuk menerbitkan PUB rupiah karena tidak ada potensi kerugian kurs jika rupiah melemah ke depan dan jangka waktunya lebih lama dibanding dengan penerbitan MTN.
Namun, perseroan baru akan memutuskan apakah jadi menerbitkan MTN Programme pada Desember mendatang. "Desember mungkin ada window untuk terbitkan dollar Singapura. Tapi di kuartal I tidak mungkin karena The Fed akan naikin suku bunga. Jadi Desember baru akan kita tentukan apakah akan terbitkan MTN dollar Singapura atau obligasi rupiah," jelasnya di Jakarta baru-baru ini.
Jika ternyata kuartal I 2016 ada peluang untuk menerbitkan MTN dollar Singapura, SSIA kemungkinan besar akan menerbitkan MTN dan obligasi sekaligus namun jumlahnya akan disesauaikan dengan kebutuhan. MTN akan diterbitkan terlebih dahulu karena menerbitkan obligasi rupiah harus melalui persetujuan OJK.
Emiten lain yang juga berniat mencari dana di pasar modal adalah PT PP Properti Tbk (PPRO). Anak usaha PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) ini akan menerbitkan surat utang Rp 1,3 triliun untuk mendanai kebutuhan akuisisi lahan dan belanja modal tahun depan. Maklum, tahun depan perseroan menganggarkan capex Rp 1,25 triliun.
Sekitar Rp 300 miliar yang akan diterbitkan dalam bentuk medium term notes (MTN) akhir tahun ini dengan perkiraan suku bunga 10,5%-11,5%. Sementara kuartal II tahun depan, perseroan akan menerbitkan obligasi Rp 1 triliun dengan tenor antara 3 tahun-5 tahun.
Lalu, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) berencana merilis PUB Rp 3,5 triliun dengan tenor lima sampai delapan tahun. Dananya akan digunakan untuk investasi pembangunan pabrik baru.
Tahun depan rencananya akan diterbitkan 20%- 30%, tahun kedua 60% -70% dan sisanya akan dirilis pada tahun ketiga. Kebutuhan capex SMGR 2016 diperkirakan mencapai Rp 7 triliun. Sebagian besar akan dialokasikan untuk investasi pembangunan pabrik baru.
Sementara tiga emiten BUMN juga tengah menjajaki alternatif pendanaan lewat obligasi tahun 2016 guna mengantisipasi penundaaan Penyertaan Modal Negara (PMN). Ketiganya yakni PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
Sebelumnya, ketiganya diusulkan memperoleh PMN dalam Rancangan APBN 2016 yakni WIKA Rp 4 triliun, PTPP Rp 2,25 triliun dan JSMR Rp 1,25 triliun. Namun, ditolak DPR dan diusulkan untuk dibahas kembali dalam APBN Perubahan 2016.
Jika PMN batal, WIKA akan menerbitkan obligasi berkelanjutan sebesar Rp 6 triliun dengan tenor lima tahun. Perseroan berencana menerbitkan surat utang tersebut dalam jangka waktu dua tahun. Tahap pertama rencananya akan diterbitkan tahun 2016 sebesar Rp 1,4 triliun. Sementara PTPP dan JSMR masih mengkaji jumlah obligasi yang akan dirilis.
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri menilai prospek pencarian dana lewat obligasi tahun depan akan lebih positif. Pasalnya, The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga tahun ini sehingga tahun depan nilai tukar akan kembali membaik. “Kalau pasar sudah pasti, prospek obligasi akan semakin baik,” kata Hans.
Dengan kenaikan suku bunga, lanjut Hans, rupiah akan kembali menguat sehingga kemungkinan besar BI rate akan turun. Penurunan ini akan membuat yield turun dan harga obligasi akan naik. Alhasil, investor domestik dan investor asing juga akan masuk ke pasar obligasi karena dinilai menguntungkan.
kenaikan harga obligasui ditambah dengan fundamental ekonomi yang semakin baik karena realisasi proyek-proyek pemerintah akan semakin besar di awal tahun akan menahan investor asing. “Tahun ini memang sedikit rendah, namun menurutnya itu hal yang wajar karena pemerintah masih menyesuaikan nomenklatur,” jelas Hans.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News