Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Setelah PT Bumi Resources Tbk (BUMI) lolos dari jerat PKPU dan memperoleh kesepakatan dengan para krediturnya, jalan restrukturisasi utang anak usaha Grup Bakrie lain mulai ikut terang. Berikutnya, giliran PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk membereskan utang.
Emiten berkode UNSP ini mulai yakin restrukturisasi utang bakal disetujui oleh kreditur. Direktur dan Investor Relations UNSP Andi W. Setianto mengatakan, separuh utang jangka panjang UNSP bakal berkurang tahun depan jika proses restrukturisasi ini berhasil.
Salah satu rencana restrukturisasi UNSP adalah menukar utang wesel bayar Rp 1,03 triliun jadi saham. Nantinya, emiten perkebunan ini memiliki opsi menerbitkan saham tanpa hak memesan efek terlebih dahulu alias non-preemptive rights issue.
Andi mengaku, pembahasan dengan pemegang wesel bayar ini sudah hampir final, tinggal menunggu terlaksananya reverse stock UNSP. Namun, ia belum mengungkapkan besaran efek dilusi dari akrobat ini.
Seperti diketahui, UNSP tengah berencana menggabungkan nominal saham atau reverse stock dengan rasio 10:1. Setiap 10 saham nominal Rp 100 per saham akan digabung jadi 1 saham nominal Rp 1.000. Dengan penggabungan saham ini, UNSP menilai bakal mendapat harga wajar di pasar reguler dan menemukan kesepakatan dengan kreditur.
UNSP sudah dua kali menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) untuk meminta restu reverse stock. Tapi, kedua hajatan ini belum mencapai angka kuorum. UNSP menargetkan bisa memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menggelar RUPSLB ketiga pada Januari tahun depan, sehingga proses restrukturisasi bisa berlanjut.
Saat ini, total utang jangka panjang UNSP mencapai Rp 9,15 triliun. Utang terbesar adalah utang dari Credit Suisse yang mencapai Rp 5,4 triliun. UNSP masih bernegosiasi dengan Credit Suisse untuk menemukan jalan keluar penyelesaian utang.
Menurut Andi, utang Credit Suisse nampaknya bakal dipertahankan. Pasalnya, sebagian utang dijaminkan dengan aset kebun. "Jadi restrukturisasi dari Credit Suisse bisa dilakukan dengan memperkecil bunga, atau memperpanjang tenor pinjaman," kata Andi, Senin (5/12).
Pembicaraan dengan Credit Suisse diakui sempat berjalan alot lantaran harga crude palm oil (CPO) sempat merosot. Kini, harga CPO sudah mulai membaik. "Tercapainya kesepakatan PKPU BUMI menandakan Grup Bakrie kembali mendapat kepercayaan kreditur. Sehingga harapannya, proses restrukturisasi di perseroan juga bisa berjalan lancar," imbuh Andi. Ia menargetkan proses restrukturisasi ini bisa rampung sebelum akhir 2017.
Rampung tahun depan
Selain UNSP, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) juga sudah menemukan jalan keluar pelunasan utang kepada kreditur Credit Suisse. BRMS menjual saham PT Newmont Nusa Tenggara senilai US$ 400 juta untuk pembayaran utang.
Selain itu, perusahaan investasi Grup Bakrie, PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), juga berikhtiar mendapatkan persetujuan kreditur pada tahun depan. BNBR merestrukturisasi utang dengan penerbitan obligasi wajib konversi Rp 1 triliun.
Masih ada sisa utang BNBR senilai Rp 8 triliun yang rencananya akan direstrukturisasi sebagian. Manajemen BNBR mengaku, sekitar 80%-90% proposal restrukturasi sudah diterima oleh kreditur. Salah satu opsi yang diajukan adalah dengan memperpanjang jatuh tempo utang atau menukar utang dengan saham.
Sementara itu, usaha properti Bakrie, PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) menargetkan restrukturisasi utang bisa kelar pada Maret tahun depan. Salah satu utang yang ingin dituntaskan adalah utang obligasi konversi senilai Rp 3 triliun.
ELTY berencana melepas 38% saham anak usaha PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk (JGLE) untuk pelunasan utang tersebut. Tapi mekanismenya masih perlu persetujuanĀ minimal dari pemegang obligasi.
Selain melepas saham anak usaha, ELTY juga akan menerbitkan waran atau hak membeli saham atau obligasi dengan harga yang ditentukan guna menambah pemasukan untuk pembayaran utang.
David Sutyanto, Analis First Asia Capital, mengatakan, semua emiten Bakrie memiliki peluang yang cukup besar untuk menuntaskan masalah utang. Namun, secara fundamental, kinerja emiten Bakrie belum tentu langsung sehat meski restrukturisasi utang berhasil tahun depan.
Sehingga, sebaiknya investor lebih mencermati kondisi sektoral per emiten. Misalnya saja, saat ini, harga batubara sudah mulai naik, sehingga saham BUMI memiliki prospek lebih baik di tahun depan. Begitu juga dengan UNSP yang akan terdorong dari kenaikan harga CPO. "Selama UNSP bisa fokus ke hulu, kondisinya akan lebih baik," imbuhnya.
Namun, ia mengingatkan biasanya aksi reverse stock akan direspons negatif oleh pasar. Sehingga, harga UNSP usai reverse stock bisa menurun. David masih menyarankan untuk tetap berhati-hati masuk ke saham-saham Grup Bakrie. Karena fundamental emiten Bakrie belum sehat, saat ini ia hanya merekomendasikan speculative buy untuk saham BUMI, BRMS dan ENRG. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News