Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sampoerna Agro Tbk masih akan terus meningkatkan target volume produksi Tanda Buah Segar (TBS) di tahun 2020.
Emiten yang memiliki kode saham “SGRO” ini menargetkan volume produksi TBS dari perkebunan inti masih bisa bertumbuh 5% dibanding volume produksi TBS dari kebun inti di tahun 2019 yang diproyeksikan mencapai 1,40 juta ton. Artinya, target produksi TBS perseroan pada tahun depan adalah sekitar 1,47 juta ton.
Keputusan untuk terus memacu volume produksi didorong oleh tren harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang diproyeksikan akan terus membaik di tahun 2020.
“Kalau misalnya harga bagus tapi kinerja operasional (realisasi volume produksi) tidak optimal, ya percuma, kami akan kehilangan kesempatan itu,” kata Sekretaris Perusahaan PT Sampoerna Agro Tbk, Michael Kesuma kepada Kontan.co.id ketika ditemui usai acara paparan publik pada Rabu (18/12).
Baca Juga: Siasati Penurunan Harga, SGRO Genjot Produksi CPO
Michael mengatakan tren perbaikan harga CPO di tahun 2020 didorong oleh tren persediaan dan konsumsi yang ada pada tahun depan. Mengutip data Oil World, manajemen mengatakan tingkat persediaan sawit dunia berpotensi mengalami penurunan hingga sebesar 2-3 juta ton hingga September 2020.
Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya yakni seperti tingkat penanaman baru (new planting) yang terus mengalami penurunan signifikan pada beberapa dekade terakhir serta pemupukan yang kurang memadai pada dua tahun terakhir pada industri sawit secara umum.
Selain itu, faktor kekeringan yang terjadi pada sembilan bulan pertama 2019 juga diduga akan berdampak negatif terhadap produksi di tahun 2020.
Di sisi lain, tren konsumsi sawit diduga akan mengalami kenaikan pada saat yang bersamaan di tahun 2020 nanti. Hal ini didorong oleh adanya peningkatan konsumsi di China dan India serta penerapan program B30 di Indonesia.
Baca Juga: Redam penurunan harga jual, Sampoerna Agro (SGRO) genjot volume penjualan
Menurut keterangan Michael, tren perbaikan harga CPO bahkan sebenarnya sudah mulai dirasakan oleh perseroan sejak bulan September 2019 lalu. Pasalnya, perseroan mencatat harga rerata CPO di bulan September mencapai sebesar Rp 6.840 per kilogram (kg), sedikit lebih tinggi dibanding harga CPO pada September tahun lalu yang sebesar Rp 6.800 per kg.
Padahal, harga CPO di bulan-bulan sebelumnya di tahun 2019 cenderung lebih rendah apabila dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu. Pada bulan Agustus misalnya, perseroan mencatat harga rerata CPO hanya mencapai Rp 6.460 per kg, lebih rendah dibanding harga CPO di bulan Agustus 2018 yang sebesar Rp 6.800 rupiah per kg.
Sementara itu, tren perbaikan harga CPO cenderung terus mengalami peningkatan pada bulan Oktober dan bulan-bulan berikutnya. Berdasarkan catatan perseroan, harga rerata CPO di bulan Oktober mencapai sebesar 6.800 per kg atau lebih besar Rp 150 dibanding harga CPO Oktober 2018 yang sebesar Rp 6.650.
Selisih ini selanjutnya kian melebar di bulan November ketika harga CPO mencapai Rp 7.270 per kg, meningkat Rp 750 dibanding harga CPO November 2018 yang sebesar Rp 6.520 per kg.
Baca Juga: Laba bersih Sampoerna Agro (SGRO) anjlok 90,28% di kuartal III 2019
“Harga pasar sudah bereaksi tajam untuk mengantisipasi tren di 2020,” kata Michael dalam acara paparan publik.
Untuk menunjang realisasi target produksi, perseroan akan menganggarkan anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp 600 miliar pada tahun depan.
Sebanyak 2/3 dari capex tersebut akan digunakan untuk pemeliharaan dan pengembangan asset perkebunan seperti misalnya pembelian pupuk, pemeliharaan tanaman, ekspansi penanaman baru (new planting) ataupun penanaman kembali (replanting), dan sebagainya.
Baca Juga: Ramai-ramai Menadah Berkah Kebijakan Biodiesel B30
Sementara itu, sebanyak 1/3 dari capex akan dialokasikan untuk pemeliharaan asset tetap seperti bangunan, jalan, mesin, dan lain-lain. Adapun sumber pendanaan diperkirakan masih akan mengandalkan kas operasional perusahaan.
Namun demikian, Michael mengatakan pihaknya tetap membuka opsi untuk memanfaatkan pendanaan eksternal seperti pinjaman perbankan ataupun pembiayaan dari pasar modal apabila diperlukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News