Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
Di tengah berbagai optimisme tersebut, ada faktor yang perlu dicermati sebagai penghambat datangnya window dressing. Nico membeberikan catatan, pergerakan pasar masih dibayangi beberapa risiko. Misalnya saja dari tren kenaikan kasus covid.
Apalagi langkah zero covid policy di China yang berpotensi kembali mengganggu global supply chain. Faktor lainnya terkait dampak volatilitas kurs rupiah dengan tren yang masih terdepresiasi.
Dampak ke IHSG
Sementara itu, Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera, Daniel Agustinus memandang potensi window dressing pada bulan Desember adalah 50:50. Meski fundamental makroekonomi Indonesia masih solid, tapi secara teknikal Daniel punya catatan.
Baca Juga: Intip Saham-Saham yang Banyak Dijual Asing pada Perdagangan Akhir Pekan
Daniel melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak sideways sejak akhir Oktober dengan rentang 6.964 - 7.108. Dia pun memberikan simulasi dampak dari terjadi atau tidak adanya window dressing terhadap IHSG.
Apabila mampu menembus resistance 7.108, maka window dressing bisa terjadi dengan potensi penguatan IHSG ke level 7.257. Sebaliknya, apabila menembus area support 6.964, maka potensi penurunan IHSG ke level 6.816 dengan window dressing yang tidak terjadi.
Sedangkan jika merujuk data historis, Nico membeberkan selama 10 tahun terakhir dari 2011 - 2021, return bulanan IHSG setiap Desember selalu positif dengan rata-rata pertumbuhan return sekitar +3%.
Baca Juga: Cek Saham-saham yang Banyak Diburu Asing pada Perdagangan Kemarin
Berdasarkan asumsi itu, Nico memprediksi akan ada potensi kenaikan return minimal 3% pada bulan desember tahun ini. Sehingga IHSG diproyeksi melaju ke level 7.300 – 7.450 hingga akhir tahun.
Melihat gerak IHSG saat ini masih konsolidasi, Praska menaksir potensi upside relatif terbatas dengan target maksimal ke level 7.260. Sedangkan proyeksi pesimistisnya IHSG akan berada di area 7.010.