kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.239.000   4.000   0,18%
  • USD/IDR 16.580   -32,00   -0,19%
  • IDX 8.118   47,22   0,59%
  • KOMPAS100 1.119   4,03   0,36%
  • LQ45 785   1,90   0,24%
  • ISSI 286   2,08   0,73%
  • IDX30 412   0,93   0,23%
  • IDXHIDIV20 467   0,39   0,08%
  • IDX80 123   0,45   0,36%
  • IDXV30 133   0,76   0,57%
  • IDXQ30 130   0,07   0,05%

Saham Valuasi Mahal Topang IHSG, Layakkah untuk Dikoleksi?


Minggu, 05 Oktober 2025 / 18:50 WIB
Saham Valuasi Mahal Topang IHSG, Layakkah untuk Dikoleksi?
ILUSTRASI. Suasana di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, (22/09/2025). Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih disetir oleh penguatan saham-saham dengan valuasi mahal. Sepanjang tahun berjalan ini, IHSG sudah melesat 14,67%. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/22/09/2025


Reporter: Yuliana Hema | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih disetir oleh penguatan saham-saham dengan valuasi mahal.

Pada akhir perdagangan Jumat (3/10/2025), IHSG parkir di level 8.118,30 atau menguat 0,59% secara harian. Sepanjang tahun berjalan ini, IHSG sudah melesat 14,67%. 

Saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) masih menjadi penopang terbesar terhadap penguatan indeks komposit dalam negeri. 

Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI) per Jumat (3/10/2025), saham DCII sudah melesat 576,72% ke posisi Rp 284.900. Penguatan emiten yang bergelut di bisnis pusat data ini berkontribusi 297,93 poin terhadap IHSG. 

Jika dicermati secara valuasi, Price Earning Ratio (PER) DCII mencapai 500,40 kali. Secara fundamental, DCII hanya mampu meraup pendapatan Rp 1,33 triliun dengan laba periode berjalan Rp 616,95 miliar per Juni 2025. 

Tak hanya itu, dari jajaran 10 besar saham dengan kapitalisasi pasar alias market cap terbesar di BEI tak sedikit diisi oleh saham-saham dengan valuasi yang terbilang mahal. 

Baca Juga: Antisipasi Rilis Kinerja Emiten dan Aksi Window Dressing, Cek Saham Pilihan Analis

Valuasi saham dengan market cap terbesar nomor satu di BEI, yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) mencapai 600,24 kali. Padahal, laba bersih emiten milik taipan Prajogo Pangestu ini hanya Rp 65,46 miliar di semester I-2025. 

Secara pergerakan harga, saham BREN sudah menguat 4,09%. Namun sejak melantai di BEI pada 9 Oktober 2024, saham BREN sudah melesat 1.124,35% dari harga Rp 780 per saham. 

Kondisi ini berbanding terbalik dengan emiten dengan fundamental yang solid dan teruji. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), misalnya, yang membukukan laba bersih bank only sebesar Rp 39,06 triliun selama Januari–Agustus 2025. 

Namun pergerakan harga saham BBCA, tak sebanding dengan kinerja keuangannya. Sepanjang tahun berjalan ini, BBCA sudah anjlok 22,22% ke posisi Rp 7.525 per Jumat (3/10/2025). 

Penurunan harga saham BBCA ini yang turut membuat valuasi BBCA tergolong rendah. PER BBCA mencapai 15,98 kali, dengan indikator Price Book Value (PBV) mencapai Rp 3,55 kali. 

Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham AMRT, MAPI, RALS, ICBP untuk Perdagangan Senin (6/10)

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai investor ritel pada umumnya irasional. Bahkan, kondisi serupa pernah terjadi beberapa tahun lalu di pasar saham tahan air. 

Bedanya pada beberapa tahun terakhir, saham-saham milik konglomerat yang menjadi incaran investor. Sedangkan di antara 2021–2022, saham bank digital yang menjadi primadona investor. 

Namun Budi menilai kondisi seperti saat ini merupakan pelajaran berharga untuk investor dan emiten untuk menjaga dan bahkan terus mendorong kenaikan harga sahamnya.

Menurutnya, pemegang saham pengendali (PSP) harus berkomitmen untuk menjadi liquidity provider atau market maker atas sahamnya sendiri. Tanpa komitmen itu, saham blue chips belum menguntungkan untuk dikoleksi. 

“Saham blue chips penghuni indeks IDX30 dan LQ45 sekalipun yang punya market cap besar belum tentu menguntungkan untuk dikoleksi karena harganya sulit naik signifikan,” ucap Budi kepada Kontan, Senin (5/10/2025).

Dia mencermati investor yang membeli saham blue chips pun tidak mampu memperoleh return yang membuatkan dibandingkan imbal hasil yang diberikan oleh saham-saham emiten konglomerat. 

“Ini berlaku bukan hanya untuk segelintir saham tetapi juga banyak saham konglomerat lain, yang pemegang saham pengendali yang  punya komitmen,” tuturnya. 

Ini terjadi pada beberapa saham lapis kedua bahkan ketika. Misalnya, dari Grup Lippo ada saham PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) dan PT Multipolar Tbk (MLPL) masing-masing sudah melesat 869,19% dan 129,47% sepanjang 2025 berjalan ini. 

Budi menyebut saham yang menarik dan menguntungkan untuk dikoleksi untuk saat ini adalah emiten dengan pengendali konglomerat atau tokoh yang punya komitmen untuk menjaga harga saham agar tidak merugikan investor. 

Baca Juga: Big Banks Terbanyak, Simak Saham Net Sell Terbesar Asing Sepekan Terakhir

Irwan Ariston, Pengamat Pasar Modal menambahkan sebenarnya, tidak mudah untuk melihat suatu saham kemahalan atau masih murah khususnya pada sektor yang terbilang baru dan masih banyak yang belum tahun prospek ke depan. 

Dia bercerita hal tersebut mirip seperti kasus pada 1999 lalu, di mana banyak saham teknologi di bursa saham Amerika Serikat (AS) yang mengalami lonjakan harga yang tidak masuk akal. 

“Perusahaan rugi seperti Amazon bisa naik berkali-kali lipat. Saat itu, banyak analis yang belum mampu  menghitung valuasi wajar saham seperti Amazon,” kata dia. 

Tetapi saat ini perusahaan seperti Amazon menjadi salah satu perusahaan yang memiliki kapitalisasi terbesar dan harganya sempat melonjak ternyata masih bisa naik dibandingkan posisi puncaknya di 2000 sebelum terjadi crash

Namun Irwan mengingatkan, semua emiten bisa sukses mengikuti sejak Amazon dan perusahaan teknologi pada 1999 silam, banyak yang akhirnya gagal sehingga risikonya sangat tinggi. 

Dia menyarankan sebaiknya investor mengatur porsi portofolio masing-masing berdasarkan profil risiko pribadi. Hindari masuk karena ikutan-ikutan karena investasi memerlukan kesabaran.

“Tidak jadi masalah kalau nilai portofolio hanya naik perlahan, asalkan saham yang dipilih membuat hati nyaman,” ucapnya. 

Selanjutnya: Permintaan Kredit Belum Pulih, Perbankan Masih Rajin Taruh Duit di Surat Berharga

Menarik Dibaca: IHSG Masih Rawan Konsolidasi, Simak Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (6/10)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×