Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Pun demikian dengan PTBA. Emiten pelat merah ini harus merelakan laba bersihnya ambles 19,24% menjadi Rp 4,05 triliun. Meski demikian, PTBA masih berhasil membukukan kenaikan pendapatan usaha sebesar 3% menjadi Rp 21,8 triliun.
“Karena kami melihat China sebagai salah satu importir terbesar batubara sedang melambat perekonomiannya sehingga akan berdampak pada sektor batubara domestik,” ujar Catherina kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: KPEI menyesuaikan nilai haircut saham untuk stimulasi pasar
Dari sisi pergerakan saham, kinerja keempat saham ini juga tidak bagus-bagus amat. PTBA misalnya, secara ytd sahamnya ambles 17,29% sementara saham UNTR turun 24,27% sejak awal tahun.
Saham ITMG melemah 21,35 sejak awal tahun. Saham ADRO justru tergerus 37,94% sejak awal tahun.
Menurut proyeksi Sukarno, ke depan IHSG masih akan melanjutkan penurunan lebih dalam. Pun begitu dengan saham-saham ini yang masih akan sulit untuk kembali ke tren menguat (uptrend).
Meski demikian, Catherina menyarankan investor mulai bisa mencermati emiten batubara yang sudah melakukan diversifikasi usaha seperti PTBA dan ADRO.
Baca Juga: IHSG turun 1,28% ke 5.154 pada penutupan perdagangan Rabu (11/2)
PTBA misalnya, saat ini sedang melakukan pengerjaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Mulut Tambang Sumsel 8. PLTU yang terletak di Muara Enim tersebut memiliki kapasitas 2x620 megawatt (MW). Commercial Operation Date (COD) untuk unit I ditargetkan pada tahun 2021 sementara COD Unit II ditargetkan pada 2022 dengan kebutuhan total batubara mencapai 5,4 juta ton per tahun.
Sementara ADRO, memiliki beberapa anak usaha untuk menangkal efek pelemahan batubara. ADRO telah melakukan diversifikasi bisnis melalui delapan pilar bisnisnya, yakni Adaro Mining, Adaro Services, Adaro Logistics, Adaro Power, Adaro Land, Adaro Water, Adaro Capital hingga Adaro Foundation.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News