Sumber: Reuters | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Masuknya saham China dalam indeks benchmark MSCI tahun ini telah membuat saham China daratan lebih menarik bagi investor asing. Namun, paparan terhadap investasi global juga mengungkapkan beberapa "sisi sulit" standar tata kelola perusahaan China.
Penerbit indeks global MSCI Inc. menambahkan saham China ke indeks pasar negara berkembang tahap kedua pada hari Senin ini, mengikuti debut pada bulan Juni. Investor asing mengantre masuk ke kelas aset China.
Sejak tahap pertama keikutsertaan saham China di MSCI, jumlah investor asing di China telah melonjak sekitar 30%, menurut data bursa, di tengah volatilitas pasar yang tericu oleh memburuknya hubungan perdagangan Tiongkok-AS.
Namun, manajer aset global mengatakan, perusahaan China mennyisakan banyak hal yang perlu diperhatikan, termasuk beberapa hal-hal mendasar seperti membuat laporan pendapatan dalam bahasa Inggris dan masa suspensi perdagangan saham yang lebih pendek.
"Cukup jelas beberapa perusahaan tidak siap berinteraksi dengan basis investor di luar China daratan," kata Zhang Jin, seorang manajer portofolio yang berbasis di New York di Vontobel Quality Growth Boutique.
Zhang mengeluh bahwa sebagian besar perusahaan China tidak mempublikasikan laporan keuangan dalam bahasa Inggris, sehingga sulit bagi saham tersebut untuk melewati proses pemeriksaan saham Vontobel yang kaku.
Zhang baru-baru ini membeli saham-saham China seperti saham pabrik minuman keras kelas berat Wuliangye dan sedang mencari peluang pada saham-saham yang lain.
Perkiraan tidak resmi MSCI menunjukkan inklusi dua tahap saham China ke dalam indeks Emerging Market MSCI ini akan menggiring arus masuk sekitar US$ 17 miliar ke bursa saham China. Tetapi setelah tahap kedua minggu depan, bobot saham A China diperkirakan masih hanya terdiri dari 0,8% indeks pasar negara berkembang.
Ketika manajer pengelola dana yang aktif memiliki kelonggaran mengalokasikan dana ke bursa saham China yang indeks utamanya turun 17% tahun ini, manejer portofolio pasif yang mengikuti indeks MSCI seharusnya menyertakan sekitar 230 perusahaan China dalam patokan mereka.
Regulator sekuritas China mengatakan, pihaknya berupaya menaikkan bobot saham indeks lokal lebih besar dan mendukung potensi akses China ke dalam tolok ukur global FTSE Russell.
Negara ini secara bertahap membuka pasarnya kepada investor global, namun hanya sekitar 5% pasar saham saat ini dipegang oleh orang asing.
Eugenie Shen, kepala kelompok manajemen aset di Asosiasi Industri & Pasar Keuangan Asia (ASIFMA) yang mewakili lebih dari 100 lembaga keuangan global, mengatakan telah melobi Beijing untuk lebih transparan dan efisien.
Shen mengatakan investor membutuhkan instrumen lindung nilai, seperti pinjaman surat berharga dan indeks saham berjangka, di pasar yang bergejolak; tetapi bukan lewat cara informal regulator China sering mencoba untuk mempengaruhi para pelaku pasar.
"Fluktuasi pasar itu normal. Investor asing tidak ingin melihat intervensi pemerintah di pasar karena ini membawa ketidakpastian," katanya.
Investor asing juga khawatir tentang struktur kepemilikan saham di banyak perusahaan yang terdaftar di China, di mana kepentingan pemegang saham pengendali dan minoritas tidak cukup selaras, menurut Charles Sunnucks, seorang fund manager di Jupiter Asset Management, yang memegang saham di tiga perusahaan A-shares .
Dia mengatakan, fokus khusus investor ritel pada pertumbuhan pendapatan di banyak perusahaan kecil China terkadang dapat menyebabkan tim manajemen membuat keputusan alokasi modal yang buruk.
Stephane Loiseau, Kepala Ekuitas Kas Perusahaan & Layanan Eksekusi Global SACAPE Generale, percaya bahwa MSCI dapat melipatgandakan faktor inklusi A-shares dalam indeks Emerging Market hingga 15% selama enam bulan ke depan.
Meskipun perang perdagangan, pesan yang diterima investor asing adalah bahwa "China sangat serius membuka pasarnya, bahwa peta jalannya sangat ketat dari waktu ke waktu, dan laju pembukaannya semakin cepat", katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News