kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Saham perusahaan CPO masih merah, katalis positif baru hadir tahun depan


Minggu, 13 Oktober 2019 / 12:22 WIB
Saham perusahaan CPO masih merah, katalis positif baru hadir tahun depan
Indeks sektor saham agrikultur turun 13,67% ke level 1.350,60 pada perdagangan Jumat (11/10)


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun ini hingga perdagangan Jumat (11/10), indeks sektor saham agrikultur berada di zona merah, yakni turun 13,67% ke level 1.350,60. Hal ini sejalan dengan saham-saham produsen minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang juga masih menurun.

Ambil contoh saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) yang telah turun 9,30% year to date (ytd) menjadi Rp 10.725 per saham, lalu PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) yang turun 28,26% ytd menjadi Rp 330 per saham, serta PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) yang turun 28,80% menjadi Rp 890 per saham.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan, saham-saham CPO masih akan tertekan karena harga CPO dunia belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Pasalnya, pergerakan saham-saham CPO sangat dipengaruhi  harga CPO internasional. 

Baca Juga: Bank Dunia pangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, ini yang harus dilakukan

"Kan harga CPO di dunia masih dalam tren yang agak turun sehingga agak sulit untuk saham-saham CPO bergerak naik," ucap Hans saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (11/10).

Maklum saja, kebijakan dari negara-negara tujuan ekspor CPO terbesar Indonesia belum mendukung kenaikan harga CPO ini. Sebut saja India yang masih mengenakan tarif bea masuk lebih tinggi dibanding Malaysia untuk produk turunan minyak sawit asal Indonesia. Hal tersebut turut membuat daya saing lemah dan menurunkan ekspor Indonesia ke India.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendarayana juga memprediksi, hingga akhir tahun, saham-saham sektor CPO masih akan tertekan. Pasalnya, sentimen dari luar negeri masih begitu kuat untuk menekan harga CPO. 

Baca Juga: Agar pertumbuhan ekonomi di atas 5%, pemerintah perlu lakukan ini

Sebut saja langkah Uni Eropa untuk mengurangi permintaan CPO dari Indonesia dengan memberlakukan kebijakan yang menghambat ekspor sawit Indonesia ke kawasan tersebut.

Faktor lainnya adalah adanya spekulasi investor atas kemungkinan tercapainya kesepakatan perang dagang antara Amerika Serikat (AS dan China. Padahal, sebelumnya, perang dagang ini menjadi kesempatan Indonesia untuk lebih banyak mengekspor CPO ke negeri Tirai Bambu tersebut, sebab CPO menjadi substitusi kedelai yang diimpor China dari AS.

Sebagai informasi, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) per 2018, China menjadi pasar ekspor CPO terbesar ketiga dengan jumlah mencapai 4,4 juta ton sepanjang tahun lalu. Berada di bawah ekspor CPO ke Eropa yang sebesar 4,8 juta ton dan India 6,7 juta ton.

Menurut Wawan, sentimen positif untuk saham-saham CPO baru akan hadir tahun depan, yakni penerapan program campuran minyak nabati 30% ke bahan bakar minyak (BBM) jenis solar alias B30 mulai Januari 2020.

Program ini diharapkan dapat menyerap kelebihan pasokan CPO sehingga akan mengerek harganya. "Harus tunggu implementasi biodiesel. Akan tetapi, kalau implementasinya lambat dan penyerapannya tidak sesuai harapan, investor harus menunggu hingga kebutuhan CPO kembali meningkat," kata dia.

Baca Juga: Sering digugat dan Kalah di WTO, 977 Aturan Pembatasan Impor dievaluasi

Oleh karena itu, Wawan menyarankan investor untuk tidak menanam saham di saham-saham ini jika ingin mendapatkan keuntungan dalam jangka waktu pendek ataupun menengah.

Sebaliknya, jika untuk investasi jangka panjang, ia menyarankan investor untuk membeli saham-saham CPO karena valuasinya sudah murah akibat penurunan yang cukup dalam.

Sementara itu, Hans menyarankan investor yang belum memiliki saham-saham ini untuk avoid saham CPO. "Investor sebaiknya menghindari dulu karena memang agak sulit bergerak naik di tengah perlambatan ekonomi global," ucap dia. 

Baca Juga: Analis: Harga CPO berpotensi tembus RM 2.500 per ton

Sementara yang sudah memiliki saham-saham ini, ia menyarankan untuk wait and see sambil menunggu implementasi dan dampak dari program-program pemerintah yang dapat menjadi katalis positif harga CPO.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×