Reporter: Nur Qolbi | Editor: Handoyo .
Sebagai informasi, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) per 2018, China menjadi pasar ekspor CPO terbesar ketiga dengan jumlah mencapai 4,4 juta ton sepanjang tahun lalu. Berada di bawah ekspor CPO ke Eropa yang sebesar 4,8 juta ton dan India 6,7 juta ton.
Menurut Wawan, sentimen positif untuk saham-saham CPO baru akan hadir tahun depan, yakni penerapan program campuran minyak nabati 30% ke bahan bakar minyak (BBM) jenis solar alias B30 mulai Januari 2020.
Program ini diharapkan dapat menyerap kelebihan pasokan CPO sehingga akan mengerek harganya. "Harus tunggu implementasi biodiesel. Akan tetapi, kalau implementasinya lambat dan penyerapannya tidak sesuai harapan, investor harus menunggu hingga kebutuhan CPO kembali meningkat," kata dia.
Baca Juga: Sering digugat dan Kalah di WTO, 977 Aturan Pembatasan Impor dievaluasi
Oleh karena itu, Wawan menyarankan investor untuk tidak menanam saham di saham-saham ini jika ingin mendapatkan keuntungan dalam jangka waktu pendek ataupun menengah.
Sebaliknya, jika untuk investasi jangka panjang, ia menyarankan investor untuk membeli saham-saham CPO karena valuasinya sudah murah akibat penurunan yang cukup dalam.
Sementara itu, Hans menyarankan investor yang belum memiliki saham-saham ini untuk avoid saham CPO. "Investor sebaiknya menghindari dulu karena memang agak sulit bergerak naik di tengah perlambatan ekonomi global," ucap dia.
Baca Juga: Analis: Harga CPO berpotensi tembus RM 2.500 per ton
Sementara yang sudah memiliki saham-saham ini, ia menyarankan untuk wait and see sambil menunggu implementasi dan dampak dari program-program pemerintah yang dapat menjadi katalis positif harga CPO.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News