Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sentimen negatif membayangi emiten yang berbisnis minyak. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melorot hingga US$ 68,30 per barel, Selasa (24/7). Padahal, akhir bulan lalu, harga sempat bertengger di US$ 74,15 per barel.
Tren penurunan harga minyak tak lepas dari kekhawatiran pasokan berlebih di pasar global. Ini lantaran Arab Saudi dan sejumlah negara berencana mengerek produksi untuk mengimbangi penurunan suplai dari Iran.
Penurunan harga minyak berimbas pada melemahnya harga saham sejumlah emiten minyak. Dalam tiga minggu terakhir, harga empat saham emiten minyak terjungkal. Saham MEDC turun 25,70%, ELSA terpangkas 24,66% dan BIPI minus 35,37%. Saham ENRG tergerus paling dalam, yakni sebesar 50,41%.
Analis Artha Sekuritas Juan Harahap mengatakan, penurunan harga minyak dunia berdampak pada harga jual yang rendah. "Jadi, perusahaan mengkaji ulang pengeluaran operasional dan berdampak pada melambatnya aktivitas migas. Ini juga mempengaruhi kinerja perusahaan jasa migas," kata dia, kemarin.
Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia Bertoni Rio memprediksi, hingga akhir tahun ini, harga saham emiten minyak masih akan tertekan. "Pergerakan harga spot minyak mentah lebih banyak mempengaruhi dibanding faktor internal emiten," ujar dia.
Menurut Bertoni, harga minyak mentah memang tak selalu mempengaruhi harga saham emiten minyak. Tapi, ekspektasi pasar sering dipengaruhi oleh sentimen eksternal, sehingga kerap membayangi pergerakan saham.
Rio menilai, tergerusnya harga saham keempat emiten itu dipicu sejumlah sentimen negatif, antara lain kecemasan terhadap tensi perang dagang dan penguatan dollar AS.
Selain itu, kinerja keuangan di kuartal I-2018 juga melemahkan saham emiten minyak. Misal, laba bersih MEDC turun 49,75%, meski pendapatan naik 35%. Pelemahan ini dikhawatirkan berlanjut di kinerja kuartal dua.
Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra sependapat, harga saham emiten minyak turun karena investor merespons perang dagang serta kenaikan suku bunga The Fed. "Saham-saham minyak downtrend sejak April setelah mengalami peak pada Februari lalu," ujar Aditya.
Itu sebabnya, kinerja kuartal I-2018 ELSA yang cukup positif tetap direspons negatif oleh pasar. Buat info, pendapatan ELSA di kuartal satu lalu naik 50,14% menjadi Rp 1,45 triliun dan laba naik 1.291% jadi Rp 70,84 miliar.
Padahal, harga minyak dunia justru menunjukkan tren penguatan pada Mei dan Juli. Aditya bilang, investor menganggap penguatan harga minyak dunia mentok di US$ 70-an per barel, sehingga investor ambil untung lebih dulu sebelum harga turun.
Menanti rilis kinerja
Saat ini, kata Aditya, pasar tengah menanti laporan kinerja keuangan semester I-2018. Sebab, harga minyak yang sempat menanjak hingga akhir Juni lalu bisa berdampak positif terhadap laporan keuangan keempat emiten itu. "Pasar akan melihat seberapa kuat dampak penguatan harga minyak terhadap kinerja keuangan kuartal II," kata dia.
Jika laporan keuangan positif, Aditya memprediksi, harga saham emiten minyak akan terkerek lagi. Di antara empat emiten minyak, ia merekomendasikan MEDC dan ELSA karena fundamental oke dan harganya sudah cukup murah. Target harga masing-masing di Rp 1.200 dan Rp 400.
"ENRG relatif lebih spekulasi dan berisiko, sementara BIPI bisa untuk trading jika harganya masuk ke kisaran 60 sampai 65," imbuh Aditya.
Rio merekomendasikan buy on weakness saham-saham minyak dengan target harga MEDC 1.100, BIPI 66, ENRG 150 dan ELSA 410. "Jika ada sinyal beli cukup kuat, investor bisa masuk," sarannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News