Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak selamanya emiten batubara bisa menikmati tren tingginya harga komoditas yang diproduksinya. Kinerja keuangan mereka tergerus akibat kebijakan harga batubara domestic market obligation (DMO).
Salah satunya, PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Secara tahunan, laba bersih semester I-2018 memang naik sekitar 49% menjadi Rp 2,58 triliun. Tapi, laba bersih PTBA sejatinya turun 22% menjadi Rp 1,12 triliun selama periode kuartal II-2018 dari sebelumnya Rp 1,45 triliun.
PT Indika Energy Tbk (INDY) belum bisa membeberkan sejauh mana dampak kebijakan tersebut. Sebab, perusahaan masih melakukan limited review terhadap laporan keuangannya.
Namun, manajemen memastikan kebijakan itu memberikan efek. "Pengaruh pasti ada, karena harga pasar lebih tinggi dibanding DMO," ujar Aziz Armand, Direktur INDY kepada KONTAN, Selasa (24/7).
Asal tahu saja, memang ada perbedaan harga yang cukup jauh. Harga DMO dipatok US$ 70 per ton. Sedang harga di pasar masih di atas US$ 100 per ton. Ada selisih harga sekitar 30%. "Kebijakan transfer kuota diharapkan bisa mengkompensasi tekanan itu," harap Aziz.
Seperti diketahui, transfer kuota merupakan kebijakan pemerintah yang mengizinkan perusahaan menjual sisa kelebihan produksi kuota DMO kepada perusahaan yang belum mampu memenuhi kuota tersebut.
Dengan kapasitas produksi INDY per 2017, maka perusahaan ini wajib memproduksi batubara DMO minimal 5,99 juta ton. Namun pada realisasinya, ada 9,78 juta ton yang dijual ke pasar domestik. Sisa kuota iu yang bakal dijual untuk perusahaan yang belum mampu memenuhi kuota dengan mengandalkan produksinya sendiri.
Suherman, Sekretaris Perusahaan PTBA mengatakan, pihaknya bakal mengandalkan hal serupa. Transfer kuota diharapkan mampu mengkompensasi tekanan dari harga DMO. "Kami ambil selisih harga yang ditetapkan pemerintah untuk kebutuhan listrik nasional dengan harga pasar, itu saja patokannya," jelas Suherman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News