Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja saham lapis kedua belakangan ini mulai mencuri perhatian seiring kenaikan yang terjadi di tengah gejolak pasar.
Sebagai gambaran, indeks saham di papan pengembangan tercatat naik 10,58% secara tahunan atau year to date (ytd). Kinerja ini berbanding terbalik dengan indeks papan utama yang justru masih terkoreksi hingga 12,06% ytd.
Di sisi lain, indeks IDX SMC Composite yang kerap merefleksikan saham-saham lapis kedua masih berada di zona merah dengan penurunan 8,74% ytd. Namun, pelemahan ini tergolong lebih ringan dibandingkan indeks LQ45 yang mencatatkan koreksi lebih dalam, mencapai 12,51% ytd.
Baca Juga: Sejumlah Emiten Ini Gelar Buyback Saham Saat Pasar Bearish, Cek Rekomendasi Analis
Research Analyst PT Henan Putihrai Sekuritas, Irsyady Hanief mengatakan kenaikan saham lapis kedua terutama didorong oleh investor yang mulai mencari valuasi yang lebih atraktif di tengah kenaikan IHSG yang telah mendorong saham berkapitalisasi besar ke level harga relatif tinggi.
Investor juga memanfaatkan momentum menjelang rilis laporan keuangan kuartal pertama tahun 2025, dengan ekspektasi adanya potensi perbaikan fundamental pada saham-saham tertentu yang dinilai masih undervalued.
Ia menambahkan faktor teknikal turut berperan signifikan, karena beberapa saham lapis kedua sudah terkoreksi cukup dalam sehingga rebound dapat terjadi ketika sentimen pasar membaik.
Baca Juga: Saham Perbankan Big Caps Tertekan Kemenangan Trump, Cek Rekomendasi Analis
Selain itu, saham lapis kedua memang berpotensi menjadi pilihan menarik sebagai alternatif diversifikasi portofolio, khususnya saat IHSG mengalami volatilitas tinggi akibat tekanan pada saham blue chip yang sensitif terhadap sentimen global.
"Investor yang memiliki profil risiko moderat hingga tinggi dan bersedia melakukan seleksi fundamental serta analisis teknikal lebih mendalam dapat memanfaatkan peluang ini," kata Irsyady kepada Kontan, Rabu (16/4).
Di tengah ketidakpastian pasar, investor dapat menerapkan strategi dollar cost averaging atau akumulasi bertahap sehingga mampu menurunkan risiko akibat fluktuasi harga jangka pendek.