kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,89   3,53   0.38%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Saham Japfa (JPFA) masih mendapat rekomendasi beli, ini sebabnya


Senin, 11 Februari 2019 / 23:31 WIB
Saham Japfa (JPFA) masih mendapat rekomendasi beli, ini sebabnya


Reporter: Amalia Fitri | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga jagung melesat tinggi belakangan ini. Harga komoditas pangan ini bahkan sempat melesat hingga ke atas Rp 6.000 per kilogram (kg), sebelum turun ke kisaran Rp 5.000 per kg.

Padahal, harga acuan jagung hanya Rp 4.000 per kg. Kenaikan harga jagung ini berpotensi mempengaruhi kinerja perusahaan poultry yang memproduksi pakan ternak. Maklum, jagung adalah salah satu bahan baku produksi pakan ternak.

Selain jagung, perusahaan poultry juga menghadapi kenaikan harga bungkil kedelai, yang juga merupakan bahan baku pakan ternak. Di pasar internasional, harga bungkil kedelai naik ke kisaran US$ 318,2 per ton.

PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) termasuk salah satu yang menghadapi masalah ini. Namun, menurut analis RHB Sekuritas Michael Wilson Setjoadi, kenaikan harga bahan baku pakan ternak tersebut tidak akan terlalu berpengaruh pada pendapatan JPFA secara tahunan.

Kenaikan harga memang berpotensi menurunkan margin JPFA dalam satu sampai dua kuartal. "Namun setelah itu harga akan kembali normal atau akan ada penyesuaian harga kembali," jelas Michael, Senin (11/2).

Michael menilai, investor sebaiknya lebih memperhatikan bisnis ayam usia sehari atawa day old chick (DOC) perusahaan ini. Sebab, bisnis ini berhubungan dengan volatilitas harga ayam, yang berpengaruh langsung ke pendapatan JPFA.

Sekadar info, di kuartal tiga 2018 lalu, bisnis DOC menyumbang pendapatan sebesar Rp 2,35 triliun. Jumlah ini setara 9,14% penjualan kotor JPFA di periode tersebut. Sementara penjualan pakan ternak mencapai Rp 9,11 triliun, atau sekitar 35,48% dari pendapatan kotor JPFA.

Analis BCA Sekuritas Johanes Prasetia, dalam risetnya menulis, pasokan DOC tahun ini masih bakal ketat. Selain karena jumlah bibit induk ayam atau grand parent stock (GPS) yang terbatas, banyak peternak kecil yang menernakkan ayam di kandang terbuka, sehingga ayam lebih terpapar risiko penyakit.

Johanes menghitung, harga DOC tahun ini berpotensi naik antara 5%-9% dibanding harga 2018. Ini dengan asumsi pasokan tahun ini turun.

Analis Panin Sekuritas Iqbal Nurrahman menilai, prospek bisnis perusahaan poultry, termasuk JPFA, ke depan masih cerah. Apalagi, pemerintah berniat melakukan pengaturan pasokan GPS untuk menstabilkan harga ayam dan DOC tahun ini.

Para analis menilai, secara valuasi JPFA juga masih menarik. "Fundamental JPFA saat ini belum priced in ke harga sahamnya," kata Michael menganalisa.Pendapat Johanes juga setali tiga uang. Menurut hitungan dia, dibandingkan saham poultry lain, yakni CPIN dan MAIN, JPFA lebih menarik.

Menurut hitungan dia, saat ini perkiraan price to earning ratio (PER) CPIN di 2019 sudah mencapai 26 kali. Bandingkan dengan JPFA yang masih 11,3 kali. Sementara saham MAIN sudah naik lebih dari 20% sejak awal tahun.

Para analis masih merekomendasikan beli saham JPFA. Michael mematok target harga di Rp 3.500 per saham. Johanes menghitung target harga JPFA di Rp 3.100 per saham. Senin (11/2), harga saham JPFA ditutup di level Rp 2.770 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×