Reporter: Amalia Fitri | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), perusahaan agri-food dengan spesialisasi pembuatan pakan ternak, pembibitan ayam, dan pengolahan unggas, dinilai masih berpotensi mendulang pertumbuhan keuntungan di tahun 2019, walau datar (flat).
Hal ini selaras dengan estimasi Lembaga Keuangan Internasional (International Monetary Fund – IMF) yang menyatakan jika Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Bruto – GDP) per kapita di Indonesia akan tumbuh sampai 6,2% di angka US$ 5.118.
Analis Panin Sekuritas Iqbal Nurrahman menambahkan jika pertumbuhan pendapatan JPFA juga akan didorong oleh tingkat konsumsi ayam sebesar 4,6 kilogram per kapita.
Tingkat konsumsi ayam di Indonesia masih lebih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara Muslim lainnya, yang mencapai 16 – 40 kilogram per kapita. Bahkan Malaysia mencapai 39 kilogram per kapita. Ini mengindikasikan ruang yang cukup besar bagi industri perunggasan di Indonesia.
Tak hanya itu, intervensi pemerintah melalui Peraturan Kementerian Pertanian yang termaktub dalam Permentan No.58 tahun 2018 serta kebijakan kuota impor grandparent stock (GPS) yang baru, turut membantu mengurangi volatilitas harga ayam dan DOC dan mengamankan suplai ayam.
Sebelumnya, impor GPS dilakukan berdasarkan kuota tahunan di mana setiap peternak dibebaskan melakukan impor setiap bulannya, selama jumlah impor sesuai dengan kuota impor GPS tahunan.
Pada kuartal III 2018, JPFA mencatatkan pertumbuhannya sebesar 16,8 year on year (YoY)dan laba bersih meningkat sebesar 108,4% YoY. Sementara sejak tahun 2010 sampai 2017, total pendapatan JPFA juga mengalami peningkatan dengan CAGR +12,9% per tahun.
“Dengan demikian, pendapatan JPFA masih akan positif +15,1% YoY ke level Rp 39,2 triliun di tahun 2019,” jelas Iqbal.
Namun begitu, Iqbal juga menjelaskan bahwa pelemahan juga berpeluang terjadi di tahun 2019. Hal ini datang dari adanya kemungkinan kenaikan harga jagung di level Rp 6.000 per kilogram (dari harga acuan Rp 4.000 per kilogram).
Sebagai informasi, jagung sendiri berkontribusi menyumbang 36% dari total biaya pangan.
Selain itu adalah ancaman kenaikan harga bungkil kedelai ke angka US$ 318,2 per ton di tahun 2019, serta depresiasi rupiah yang menaikkan harga barang baku.
Dengan demikian, Iqbal merekomendasikan hold dengan target harga Rp 2.700 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News