Reporter: Yasmine Maghfira | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengutip data RTI, sepanjang tahun ini sampai Senin (21/10), saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mengalami penurunan sebesar 24,41%, sedangkan selama sebulan terakhir juga melemah 14,67%.
Penurunan salah satu bank pelat merah tersebut diakibatkan oleh kinerjanya yang tahun ini belum memuaskan.
Baca Juga: Moody’s memberikan prospek stabil, ini rekomendasi analis untuk saham perbankan
Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma mengatakan, kinerja BBTN yang kekurangan modal dan ketatnya likuiditas perbankan di Indonesia menjadi faktor investor agak sungkan terhadap saham bank negara itu.
Ditambah lagi, ada kebijakan terbaru pemerintah yang mengharuskan perbankan menggunakan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 71) yang bisa berpotensi menggerus laba bank di Indonesia.
Sebab dalam PSAK 71, bank mesti menyiapkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang lebih besar dari sebelumnya. Artinya, mandat itu mewajibkan perusahaan untuk menyediakan pencadangan sejak awal periode kredit.
Sebagai informasi, untuk kredit lancar, perbankan harus menyediakan CKPN berdasarkan ekspektasi kerugian kredit selama 12 bulan ke depan. Perbankan pun harus menyediakan CKPN lebih besar atas kredit macet lebih besar dibanding sebelumnya.
Baca Juga: Penuh tantangan, NIM perbankan sulit untuk meninggi lagi
Alhasil, kewajiban untuk mengikuti PSAK baru ini bisa berakibat pada penurunan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) dan juga laba perbankan.
"Adanya PSAK 71 ini menekan BTN. Selama ini pencadangan BTN rendah di bawah 50%. Jika mengacu PSAK 71 maka cadangannya baru menyentuh 37%. Dia perlu meningkatkan CAR untuk mengantisipasi itu," ujar Suria kepada Kontan, Senin (21/10).
Menurut Suria, langkah yang harus dilakukan BBTN untuk menumbuhkan CAR-nya adalah dengan menambahkan modal perusahaan. Ia menilai, aksi korporasi yang direncanakan BBTN sudah tepat karena itu yang memang diperlukan bank tersebut.
Berdasarkan catatan Kontan, BBTN berencana melakukan sejumlah aksi korporasi dalam rangka menyiapkan implementasi PSAK 71. Demi mempersiapkan cadangan kerugian kredit, BBTN berencana menerbitkan surat utang berupa subdebt, sekuritisasi aset, pendirian anak usaha, dan rights issue tahun 2020.
Baca Juga: Orang dalam bobol dana nasabah Rp 58,95 miliar, BNI: Masyarakat jangan cemas
Aksi korporasi tersebut ditujukan untuk penambahan modal usaha Bank Tabungan Negara. Seperti subdebt, melalui penerbitan junior global bond senilai US$ 250 juta yang akan dieksekusi di awal tahun 2020. Serta penerbitan sukuk dengan kisaran dana Rp 500 miliar hingga Rp 1 triliun.
Kepala Riset Trimegah Sekuritas Sebastian Tobing juga mengungkapkan saham BBTN tertekan karena ketatnya likuiditas perbankan. Dari segi NIM turun dan akibatnya likuiditas bank menjadi ketat.
"Kalau likuiditas sulit, bank seperti BTN yang tidak memiliki funding franchise juga mengalami penurunan kinerja. Jadi, kinerja BTN jelek karena terdampak oleh situasi makro," papar Sebastian.
Sebastian menambahkan apalagi jika labanya sulit untuk tumbuh maka investor makin malas untuk melirik BBTN.
Sementara itu, rencana rights issue emiten itu kemungkinan besar sulit direalisasikan. Sebab, kendalanya bagi BTN adalah jika emiten itu melakukan rights issue perlu melalui PMN (Penyertaan Modal Negara) karena bagian dari Bank BUMN.
Analis Maybank Kim Eng Sekuritas Rahmi Sari Marina menilai rencana BBTN untuk melakukan rights issue di tahun 2020 tertunda akibat pemerintah tidak ada memasukkan BTN ke dalam daftar penanaman modalnya. Maka, penerbitan subdebt menjadi kunci untuk menopang CAR Bank Tabungan Negara di atas level minimum.
Baca Juga: Dana nasabah sebanyak Rp 58,95 miliar dibobol orang dalam, begini penjelasan Bank BNI
Menurut Rahmi, dampak terbesar dari penundaan rights issue BBTN adalah tingginya credit cost bank tersebut dan berdampak pada penekanan laba BTN. Namun, Rahmi memproyeksi dengan modal tambahan sekitar Rp 5 triliun, BTN dapat bertahan dengan implementasi PSAK 71.
Ketiga analis tersebut senada menyarankan BTN merealisasikan aksi korporasi yang direncanakan emiten itu guna menambah modal bisnisnya. Jika rencana rights issue agak tersendat, ketiga analis itu menyarankan melakukan penerbitan subdebt terlebih dahulu, kemudian sekuritisasi aset, baru rights issue.
Suria merekomendasi beli saham BBTN karena valuasi yang murah, dengan target harga Rp 2.850. Sebastian merekomendasi beli dengan target harga Rp 2.600. Sedangkan Rahmi menyarankan hold dengan target harga Rp 2.000.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News