Reporter: Wafidashfa Cessarry | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Nilai tukar rupiah ditutup menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (22/10/2025).
Penguatan ini terjadi setelah Bank Indonesia (BI) secara mengejutkan mempertahankan suku bunga acuan (BI-Rate) di level 4,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 21–22 Oktober 2025.
Mengutip Bloomberg, rupiah spot menguat 0,02% ke level Rp16.585 per dolar AS. Berbeda dengan pasar spot, mengacu Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah justru melemah 0,17% ke posisi Rp16.617 per dolar AS, dibandingkan dengan harga penutupan Selasa (21/10/2025) di Rp16.589 per dolar AS.
Baca Juga: BI Rate Tetap, Rupiah Spot Menguat 0,01% ke Rp 16.585 per Dolar AS pada Rabu (22/10)
Pengamat mata uang, dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa penguatan rupiah hari ini didorong oleh kebijakan moneter BI yang mempertahankan suku bunga acuan di tengah tekanan global.
Selain BI-Rate yang dipertahankan pada level 4,75%, suku bunga deposit facility juga tetap di 3,75%, dan lending facility di 5,50%.
“Keputusan BI konsisten dengan upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamentalnya, di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi,” ujar Ibrahim, Rabu (22/10/2025).
BI menilai inflasi 2025–2026 masih akan berada dalam sasaran 2,5% ±1%, sehingga ada ruang bagi kebijakan moneter yang lebih longgar. Bank sentral juga memperkuat kebijakan makroprudensial guna menurunkan suku bunga kredit, meningkatkan likuiditas, dan mendorong pertumbuhan pembiayaan produktif.
Selain itu, BI terus memperluas ekosistem pembayaran digital serta memperkuat infrastruktur sistem pembayaran untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik. Kebijakan ini menjadi sinyal positif bagi stabilitas makro, meski pengaruhnya terhadap rupiah masih terbatas dalam jangka pendek.
Namun demikian, Ibrahim menilai penguatan rupiah belum akan berlanjut pada perdagangan berikutnya. Ia memperkirakan, rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah di kisaran Rp16.580 – Rp16.610 per dolar AS pada Kamis (23/10/2025).
“Investor tetap berhati-hati menjelang laporan indeks harga konsumen (IHK) AS yang akan dirilis pada hari Jumat, yang diharapkan akan memberikan panduan penting menjelang keputusan suku bunga Federal Reserve minggu depan,” ujar Ibrahim.
Baca Juga: BI Rate Tetap, Rupiah Spot Menguat 0,01% ke Rp 16.585 per Dolar AS pada Rabu (22/10)
Dari sisi eksternal, indeks dolar AS menguat pada perdagangan Rabu (22/10/2025), ditopang oleh meningkatnya permintaan aset aman di tengah ketegangan geopolitik dan ketidakpastian kebijakan ekonomi global.
Investor global saat ini masih mencermati perkembangan perundingan perdagangan AS–Tiongkok, setelah pertemuan pejabat kedua negara dijadwalkan berlangsung di Malaysia pekan ini. Presiden AS Donald Trump juga dikabarkan akan bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Korea Selatan untuk membahas kesepakatan dagang baru.
Di sisi lain, ketegangan antara AS dan Venezuela ikut meningkatkan volatilitas pasar minyak. Serangan AS terhadap kapal Venezuela di perairan internasional memicu kekhawatiran eskalasi baru yang berpotensi memengaruhi harga energi dan arus modal ke negara berkembang.
Sementara itu, penutupan sebagian lembaga pemerintah AS yang telah berlangsung lebih dari tiga minggu menambah ketidakpastian di pasar keuangan. Investor juga menunggu laporan indeks harga konsumen (IHK) AS yang akan dirilis Jumat (24/10/2025), karena hasilnya bisa menjadi sinyal penting bagi arah kebijakan Federal Reserve (The Fed) pada pertemuan mendatang.
Sejalan dengan Ibrahim, analis Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan rupiah berpotensi melemah terbatas pada perdagangan Kamis (23/10/2025). Menurutnya, meskipun dolar AS sempat terkoreksi, kekuatan fundamental ekonomi AS dan minimnya sentimen domestik positif masih akan membatasi ruang penguatan rupiah.
“Rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp16.550 – Rp16.650 per dolar AS, dengan potensi tekanan lanjutan jika indeks dolar AS melanjutkan rebound,” kata Lukman kepada Kontan.co.id.
Lukman menilai pasar masih berada dalam fase risk-off, di mana investor cenderung wait and see menantikan rilis data inflasi AS setelah tertunda beberapa minggu.
Selanjutnya: AirAsia Dukung Kebijakan Pemerintah Turunkan Harga Tiket pada Nataru 2025/2026
Menarik Dibaca: Hujan Sangat Lebat di Provinsi Berikut, Simak Peringatan Dini Cuaca Besok (23/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News