Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan rupiah pada pekan ini telah menunjukkan kinerja yang ciamik. Pencapaian rupiah berlangsung saat harga minyak global sedang dalam tren penurunan.
Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (31/5) rupiah ditutup menguat 0,98% di level Rp 14.269 per dollar AS. Dalam sepekan rupiah bahkan terpantau masih menguat 0,85% dari penutupan perdagangan akhir pekan lalu (24/5) di level Rp 14.392 per dollar AS.
Adapun dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) mata uang Garuda hari ini ditutup menguat 0,22% di level Rp 14.385 per dollar AS. Sedangkan dalam sepekan mata uang Garuda menguat 0,45% dibanding harga pekan lalu di level Rp 14.451 per dollar AS.
Di sisi lain, harga minyak global semakin merosot, setelah kemarin sempat di level US$ 57 per barel.
Mengutip Bloomberg, Jumat (31/5) pukul 16.58 WIB harga minyak jenis west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2019 di New York Mercantile Exchange ada di US$ 55,27 per barel, melemah 2,33% dibanding harga penutupan kemarin di level US$ 56,59 per barel.
Dalam sepekan harga minyak terkoreksi 5,73%.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, pergerakan harga minyak yang cenderung melemah di pekan ini mampu menyokong laju mata uang Garuda. Di sisi lain, ia menilai sentimen perang dagang juga menyebabkan harga minyak kembali jatuh.
Perang dagang Amerika Serikat (AS)-China akan mempengaruhi kelancaran rantai pasok global. “Arus perdagangan dan investasi global akan tersendat sehingga menurunkan laju pertumbuhan ekonomi,” kata Ibrahim kepada Kontan, Jumat (31/5).
Lebih lanjut, katanya pelambatan aktivitas ekonomi akan membuat permintaan energi menurun. Dampaknya tentu saja koreksi harga minyak. Namun bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah sebuah berkah.
Maklum, Indonesia adalah negara net importir minyak. Mau tidak mau, suka tidak suka, yang namanya impor minyak adalah wajib dan harus karena produksi dalam negeri belum kunjung memadai untuk memenuhi permintaan.
Jika harga minyak turun, maka biaya impor komoditas ini menjadi lebih murah. Tekanan yang dialami neraca perdagangan dan transaksi berjalan tidak begitu berat, karena devisa yang terbakar akibat impor minyak lebih sedikit.
“Rupiah pun jadi punya fondasi yang lebih kuat sehingga bisa terapresiasi,” tutur Ibrahim.
Selanjutnya pergerakan rupiah masih berada di bawah bayang-bayang perang dagang AS-China. Presiden China, Xi Jinping akan bertemu dengan rekannya Presiden AS, Donald Trump bulan depan pada pertemuan G-20 pada tanggal 28-29 Juni 2019 di Jepang.
Pertemuan KTT G20 mendatang akan melonggarkan tekanan pasar selama Amerika Serikat (AS) dan China bisa menggunakan momentum ini untuk bernegosiasi.
Ibrahim meramal dalam perdagangan selanjutnya, Senin (10/6) mata uang Garuda bakal ditransaksikan di level Rp.14.180- Rp.14.315 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News