Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menurunnya tensi ketegangan geopolitik antara Iran dan Amerika Serikat (AS) membuat rupiah bergerak menguat. Hal tersebut masih menjadi sentimen bagi pergerakan mata uang Garuda pada awal pekan ini.
Namun, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, untuk pekan depan, sentimen dari AS dan Iran akan tergantikan oleh sentimen dagang AS dan China. Mengingat di pekan depan AS – China direncanakan bertemu untuk menandatangani perjanjian perang dagang fase pertama di Washington DC.
“Pasar akan menanti hasil dari penandatanganan tersebut serta melihat potensi adanya pernyataan terkait fase berikutnya,” kata Josua, Minggu (12/1).
Baca Juga: Rupiah diprediksi kembali menguat di awal pekan
Senada, Head of Economic & Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menilai Iran-AS tidak akan lagi penggerak utama bagi mata uang Garuda pada pekan depan. Selain penandatanganan dagang fase pertama, pasar juga akan masih waswas melihat bagaimana kelanjutan Brexit dan hasil rapat FOMC.
“Bayang-bayang sentimen negatif justru berasal dari dalam negeri, yakni data neraca perdagangan. Pada Rabu (15/1), Badan Pusat Statistik (BPS) bakal merilis data neraca dagang dan rupiah bisa melemah jika karena neraca dagang defisit,” tambah dia.
Karena itu, Enrico memprediksi, sepanjang pekan depan mata uang Garuda bergerak di kisaran Rp 13.700 – Rp 13.850 per dolar AS. Sementara Josua menebak, rupiah ada dalam rentang Rp 13.725 hingga Rp 13.850 per dolar AS sepanjang pekan depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News