Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (18/6).
Tekanan terhadap mata uang Garuda diperkirakan masih akan berlanjut, seiring kehati-hatian pelaku pasar menjelang keputusan The Fed dan memanasnya tensi geopolitik di Timur Tengah.
Mengutip data Bloomberg, rupiah pasar spot ditutup di level Rp 16.312 per dolar AS, melemah 0,14% dibandingkan posisi sehari sebelumnya.
Di kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah juga turun 0,23% ke Rp 16.319 per dolar AS.
Baca Juga: Kurs Rupiah Melemah Ketika BI Menahan BI Rate, Rabu (18/6)
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, menyebutkan bahwa pelemahan rupiah dipengaruhi oleh kombinasi sentimen global dan domestik.
Namun, sebagian besar tekanan berasal dari meningkatnya eskalasi konflik di Timur Tengah, terutama pasca serangan Israel terhadap fasilitas nuklir di Teheran pada akhir pekan lalu, yang disusul dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menyerukan agar Iran menyerah tanpa syarat.
Di sisi lain, pasar juga masih mencermati hasil pertemuan FOMC yang akan diumumkan Kamis (19/6) dini hari waktu Indonesia.
Ekspektasi pasar mulai bergeser ke arah sinyal yang lebih dovish dari bank sentral AS, menyusul rilis data penjualan ritel dan produksi industri yang lebih lemah dari perkiraan.
"Fokus pasar saat ini tertuju pada proyeksi jumlah pemangkasan suku bunga yang akan disampaikan Ketua The Fed, Jerome Powell. Sinyal pemangkasan akan menjadi petunjuk penting untuk arah kebijakan moneter ke depan," ujar Ibrahim kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Ketegangan Global Memanas, BI Tetap Siaga Jaga Rupiah Tetap Stabil
Ibrahim juga menyoroti pernyataan Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba yang menyatakan belum tercapainya kesepakatan dagang dengan AS, yang turut memberikan tekanan tambahan bagi rupiah.
Dari dalam negeri, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Mei 2025 tercatat mencapai Rp 21 triliun atau setara 0,09% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Ini menjadi salah satu faktor yang menambah beban sentimen negatif bagi rupiah.
Namun demikian, pelemahan rupiah sedikit tertahan setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI-Rate pada level 5,50%, berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI periode 17–18 Juni 2025.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menilai bahwa meskipun The Fed diperkirakan belum akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat, investor tetap bersikap wait and see terhadap hasil FOMC, sambil memantau perkembangan konflik geopolitik di kawasan Timur Tengah.
Baca Juga: Dolar AS Melemah Tipis Jelang Keputusan The Fed, Perang Iran-Israel Picu ke Aset Aman
“Dengan kondisi saat ini, rupiah berpotensi melanjutkan pelemahan namun dalam rentang yang terbatas,” kata Lukman.
Untuk perdagangan Kamis (19/6), rupiah diproyeksikan bergerak dalam kisaran Rp 16.200 – Rp 16.350 per dolar AS.
Sementara itu, Ibrahim memperkirakan pergerakan rupiah akan tetap fluktuatif dan berpotensi ditutup melemah di kisaran Rp 16.310 – Rp 16.360 per dolar AS.
“Kondisi global yang belum pasti dan tekanan geopolitik akan terus menjadi sentimen dominan dalam jangka pendek,” tutup Ibrahim.
Selanjutnya: CIMB Niaga Syariah Permudah Nasabah Wujudkan Niat Berhaji melalui OCTO Mobile
Menarik Dibaca: Promo PSM Alfamart Periode 16-23 Juni 2025, Lifebuoy Cair Diskon hingga Rp 14.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News