Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Depresiasi rupiah tak selalu berimbas negatif. Lihat saja, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), yang menorehkan kinerja kinclong di tengah pelemahan kurs rupiah. Tahun lalu, perusahaan tekstil ini meraih kenaikan laba bersih 51,26% year on year (yoy) menjadi US$ 44,76 juta. Pertumbuhan juga terlihat dari pendapatan, naik 23% menjadi US$ 554,62 juta.
Sekretaris Perusahaan SRIL Welly Salam menjelaskan, keuntungan perusahaan melejit lantaran mayoritas pendapatan dalam denominasi dollar AS. Selain itu, sebagian liabilitas dan aset emiten yang mengusung merek Sritex ini juga dalam dollar AS.
Alhasil, langkah SRIL sejak kuartal terakhir 2014 mengubah pencatatan laporan keuangan dari denominasi rupiah menjadi dollar AS, justru menguntungkan perusahaan.
Cara ini bisa memperkecil rugi kurs yang belum terealisasi, sehingga tak terlalu menghambat pertumbuhan laba bersih. "Dengan begitu akan terlihat jelas performa laba perusahaan," kata Welly.
Asal tahu saja, sepanjang tahun lalu, SRIL berhasil mengurangi rugi selisih kurs, dari sebelumnya US$ 11,63 juta, menjadi US$ 2,13 juta.
Nah, pelemahan rupiah yang masih berlangsung, bisa menjadi angin segar bagi bisnis SRIL. Analis Bahana Securities Michael Wilson Setjoadi yakin, depresiasi rupiah terhadap dollar AS bisa menguntungkan perusahaan.
Ia menghitung, saat ini, porsi belanja operasional SRIL sebesar 95% masih dalam rupiah, sementara, porsi pendapatan dalam dollar AS mencapai 70%. Jadi, apabila pelemahan rupiah berlanjut hingga akhir tahun ini, bisa mengerek laba perusahaan.
Kepala Riset Trimegah Securities Sebastian Tobing mengatakan, setiap kali nilai tukar rupiah melemah 5%, pendapatan SRIL berpotensi naik sekitar 3,6%. Hitungan itu sudah mencakup utang perusahaan dalam dollar AS.
Michael dan Sebastian menilai, tahun ini, bisnis SRIL juga akan didukung ekspansi berupa perluasan kapasitas produksi. Perusahaan telah menganggarkan belanja modal senilai US$ 104 juta.
Target tumbuh 10%
Meski demikian, prediksi Michael, pertumbuhan volume produksi SRIL tahun ini masih sekitar 5%-8%. "Hasil ekspansi baru berpengaruh penuh pada 2016," paparnya.
Selain itu, perusahaan sedang menyiapkan diversifikasi bisnis ke sektor ritel. Rencana tersebut ditargetkan terealisasi tahun 2017, sehingga bisa berkontribusi 50%-60% terhadap total pendapatan.
Namun, kata Michael, tahun ini, SRIL akan menghadapi tantangan penurunan harga poliester. Hal itu bisa mempengaruhi harga jual rata-rata produk, sehingga menurunkan pendapatan. Tahun lalu, harga poliester merosot 80%. "Tahun ini, harganya masih dalam tren turun," jelasnya.
Michael memperkirakan, target kinerja SRIL tahun ini dapat tercapai. Manajemen SRIL membidik kenaikan laba 10% menjadi US$ 49,23 juta. Bahkan, ia menduga, perusahaan bisa mengantongi laba bersih US$ 51 juta dan pendapat sebesar US$ 596 juta.
Michael dan Sebastian merekomendasikan beli SRIL. Michael menargetkan harga Rp 350 per saham, sedangkan Sebastian masih merevisi target. Lalu, Gregory Yap, Analis Maybank Kim Eng merekomendasikan beli SRIL dengan target Rp 333 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News