Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah terkoreksi hingga menembus level atas Rp 16.400 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin (3/2). Koreksi nilai tukar dilatarbelakangi kekhawatiran meningkat usai Donald Trump memulai perang dagang.
Mengutip Bloomberg, Senin (3/2), Rupiah spot ditutup melemah 0,89% secara harian ke level Rp 16.448 per dolar Amerika Serikat (AS). Posisi tersebut merupakan level terburuk sejak akhir Juni 2024.
Sementara itu, Rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) ditutup melemah 0,86% secara harian ke level Rp 16.453 per dolar AS. Posisi rupiah Jisdor ini paling buruk sejak 21 Juni 2024, di mana rupiah berada di level Rp 16.458 per dolar AS.
Baca Juga: Cek Saham Blue Chip Bank saat IHSG Anjlok 1,11%, Ada BBCA, BBRI, BMRI, BBNI, dan BRIS
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencermati, pelemahan rupiah akibat sentimen ketidakpastian global yang meningkat. Afirmasi pemberlakuan tarif AS oleh Donald Trump kepada Kanada, Meksiko, serta China telah menekan pasar.
Kondisi semakin parah usai adanya pernyataan retaliasi dari ketiga negara tersebut terhadap tarif AS. Sentimen ketidakpastian pun kembali meningkat karena Trump mengafirmasi target selanjutnya dari kebijakan tarif adalah kepada Uni Eropa.
"Sebagian besar mata uang Asia melemah terhadap Dolar AS pasca peningkatan ketegangan perang dagang, termasuk dengan rupiah," kata Josua kepada Kontan.co.id, Senin (3/2).
Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi menjelaskan bahwa Kanada telah merespons dengan cepat dengan menerapkan tarif balasan sebesar 25% terhadap impor AS. Sementara itu, China mengkritik keras kebijakan tersebut, meskipun masih membuka jalan untuk berdialog dengan AS agar konflik ini tidak semakin memburuk.
Trump memukul China dengan tarif impor 10%, sebuah pertanda buruk bagi ekonomi China yang sangat bergantung pada ekspor. Namun China telah memangkas paparan perdagangannya ke AS dalam beberapa tahun terakhir.
Selain faktor perang tarif, Ibrahim menyoroti, kuatnya dolar AS didukung data indeks harga PCE sebagai pengukur inflasi pilihan the Fed yang naik sesuai perkiraan di hari Jumat (31/1). Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti AS, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi, tercatat naik 0,2% dibandingkan November dan tumbuh 2,8% dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.448 Per Dolar AS, Level Terburuk Sejak Juni 2024
"Angka inflasi PCE AS tersebut naik lebih jauh di atas target tahunan Fed sebesar 2%, dan juga memperhitungkan ekspektasi bahwa suku bunga AS akan tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama," ungkap Ibrahim dalam risetnya, Senin (3/2).
Dari domestik, Ibrahim menilai bahwa ketegangan perang dagang juga menjadi perhatian pemerintah dan Bank Indonesia (BI), mengingat perekonomian sangat bergantung pada perdagangan internasional. Oleh karena itu, penting untuk memahami dampak kebijakan tarif AS terhadap perekonomian, terutama dalam menghadapi potensi lonjakan inflasi.
Perang dagang yang terjadi dapat mempersulit Indonesia untuk melakukan ekspor. Sebab ketika perang dagang terjadi, negara yang terdampak tarif akan mengurangi produksi yang akhirnya turut berdampak ke Indonesia selaku eksportir bahan baku.
Josua sepakat bahwa ketidakpastian terkait perang dagang masih berpotensi membayangi kondisi pasar. Dengan demikian, rupiah diperkirakan masih melanjutkan tren pelemahannya.
Menurut Josua, rupiah kemungkinan melemah di kisaran Rp 16.400 – Rp 16.525 per dolar AS di perdagangan Selasa (4/2).
Sedangkan, Ibrahim memproyeksi, rupiah melemah di kisaran Rp 16.430 – Rp 16.500 per dolar AS.
Selanjutnya: Pupuk Kaltim dan Industri Orientasi Ekspor Lainnya Tak Kebagian Gas Murah
Menarik Dibaca: Promo Hokben 1-5 Februari 2025, Ramen Double Date 2.2 Cuma Rp 63.000-an
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News