Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah di pasar spot diperkirakan masih dalam tekanan usai cetak rekor terburuk dalam 5 tahun. Hal tersebut disebabkan ketidakpastian kebijakan, baik dari global maupun domestik.
Mengutip Bloomberg, rupiah di pasar spot ditutup melemah 0,44% ke level Rp 16.454 per dolar Amerika Serikat (AS) pada hari ini (27/2). Ini jadi level paling lemah bagi rupiah sejak 2 April 2020, yang berada di Rp 16.495 per dolar AS.
Alhasil, dalam sebulan terakhir, rupiah melemah 1,74% atau yang terdalam di Asia. Sejak awal tahun, rupiah juga melemah 1,99%.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan dari global akibat penguatan dolar AS yang berlanjut karena ketidakpastian perang dagang. Sehingga, investor global cenderung risk-off dan lebih memilih safe haven currency dan menghindari aset di emerging market.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.454 Per Dolar AS Hari Ini, Terburuk Sejak April 2020
Dari sisi domestik, masih kurang jelasnya kebijakan-kebijakan baru pemerintah membuat investor cenderung wait-and-see. "Alhasil, investor global cenderung mengurangi kepemilikan aset Indonesia dalam portofolionya," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (27/2).
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong sepakat bahwa dana asing yang ditarik keluar dari pasar saham. Hal tersebut juga disebabkan penurunan rating MSCI saham Indonesia.
"Respon investor terhadap Danantara yang lebih cenderung negatif juga ikut menekan rupiah," katanya.
Dus, pelemahan rupiah diperkirakan berlanjut. Josua berpandangan bahwa rupiah masih akan berada dalam tekanan hingga ada kebijakan yang lebih jelas, baik dari sisi global maupun domestik.
"Untuk jangka pendek kami masih melihat rupiah akan ke arah Rp 16.500 per dolar AS pada kuartal I 2025 dan masih akan dapat melemah hingga Rp 16.700 per dolar AS pada kuartal III 2025," terangnya.
Baru kemudian, diperkirakan rupiah bisa menguat ke level Rp 16.400 - Rp 16.600 per dolar AS pada akhir 2025. Penguatan didukung oleh ruang pemotongan suku bunga the Fed yang lebih lebar serta kepastian terkait kebijakan-kebijakan dari sisi global maupun domestik.
Lukman juga menilai, tekanan berlanjut, tetapi kemungkinan akan lebih terbatas lantaran Bank Indonesia (BI) masih akan terus mengintervensi. Terlebih setelah didukung oleh PP DHE 100% selama 1 tahun.
Baca Juga: Rupiah Diprediksi Masih Tertekan pada Kamis (27/2), Cermati Sentimen yang Membayangi
Ia pun memproyeksikan walau masih tertekan, tetapi masih akan berada di kisaran Rp 16.000 - Rp 16.600 per dolar AS. Dus, trader valas bisa memanfaatkan range-trading ini untuk buy low dan sell high.
"Kecuali apabila terjadi eskalasi besar perang dagang, hal ini bisa membawa rupiah mendekati Rp 17.000 per dolar AS, tetapi mata uang lain juga akan ikut melemah sehingga perlemahan rupiah hanya pada dolar AS dan tidak terhadap mata uang lainnya," tutup Lukman.
Selanjutnya: Finetiks & Bank Victoria Tawarkan Tabungan Digital dengan Imbal Hasil Hingga 6,25%
Menarik Dibaca: Finetiks & Bank Victoria Tawarkan Tabungan Digital dengan Imbal Hasil Hingga 6,25%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News