Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Rupiah seakan tak punya tenaga untuk bangkit. Setelah kemarin turun cukup dalam, pagi ini (12/9), posisi rupiah semakin tertekan.
Data Bloomberg menunjukkan, pada pukul 10.04 WIB, rupiah di pasar spot keok hingga 1,5% menjadi 11.513 per dollar AS. Pelemahan rupiah ini merupakan yang terbesar sejak 20 Agustus lalu. Bahkan, posisi rupiah di pasar non deliverable forwards lebih kuat 0,6% dibanding pasar spot.
Asal tahu saja, di pasar NDF, kontrak rupiah untuk pengantaran satu bulan ke depan menguat 0,6% menjadi 11.440 per dollar AS.
Pelemahan rupiah di pasar spot terjadi setelah para ekonom memprediksi Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuannya setelah tingkat inflasi menyentuh posisi tertinggi dalam empat tahun terakhir.
Hasil survei Bloomberg menunjukkan, 16 dari 23 analis yang disurvei memprediksi BI akan menahan suku bunga di level 7% pada pertemuan yang akan berlangsung hari ini. Sementara, empat analis memprediksi kenaikan sebesar 25 basis poin dan tiga analis lainnya meramal kenaikan sebesar 50 basis poin.
"BI harus menaikkan suku bunga untuk menangkal inflasi yang dipicu oleh pelemahan rupiah. Nilai tukar rupiah dibiarkan bergerak pada rentang yang cukup lebar untuk mencerminkan defisit neraca perdagangan, yang seharusnya bisa menghambat impor," jelas Aldian Taloputra, ekonom Mandiri Sekuritas kepada Bloomberg.
Catatan saja, rupiah sudah melemah hampir 16% di sepanjang tahun ini. Kondisi itu menyebabkan rupiah menjadi mata uang Asia dengan performa terburuk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News