Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
"Tadi malam diputuskan ada mini easing cycle oleh The Fed, mirip yang terjadi di 1990an, di mana ada pelonggaran moneter temporer. Tapi kali ini berbeda dari ekspektasi pasar," jelas David kepada Kontan, Kamis (1/8)
Sebelumnya pasar memperkirakan pelonggaran moneter yang akan dilakukan The Fed bersifat jangka panjang, namun faktanya Powell menunjukkan sinyal bahwa pelonggaran bersifat jangka pendek. Apalagi, pemangkasan FFR hanya 25bps dari perkiraan sebelumnya yakni 50bps.
Baca Juga: Rupiah dalam tren depresiasi terukur hingga akhir 2019
Untuk itu, David menilai penguatan dolar AS yang terjadi sebatas masalah ekspektasi pasar. Sehingga, pelemahan rupiah masih akan mengikuti perkembangan global dan secara tren masih memungkinkan untuk menguat terbatas, lewat dukungan arus inflow di pasar obligasi Tanah Air.
Adapun sentimen lain yang perlu diwaspadai bagi pergerakan rupiah ke depan, yakni perkembangan negosiasi perang dagang antara AS dengan China. Apabila ketegangan negosiasi perang dagang AS dan China meningkat, dan The Fed tidak lagi memangkas FFR, maka rupiah berpotensi menuju Rp 14.500 per dolar AS di akhir tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News