kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.667.000   5.000   0,30%
  • USD/IDR 16.350   -70,00   -0,43%
  • IDX 6.648   -94,43   -1,40%
  • KOMPAS100 985   -10,71   -1,08%
  • LQ45 773   -11,62   -1,48%
  • ISSI 203   -1,54   -0,76%
  • IDX30 399   -7,38   -1,81%
  • IDXHIDIV20 478   -11,28   -2,30%
  • IDX80 112   -1,62   -1,42%
  • IDXV30 117   -1,24   -1,05%
  • IDXQ30 132   -2,70   -2,00%

Risiko Global Hingga Pelemahan Rupiah Pengaruhi Ekonomi Domestik Tahun Ini


Senin, 10 Februari 2025 / 19:11 WIB
Risiko Global Hingga Pelemahan Rupiah Pengaruhi Ekonomi Domestik Tahun Ini
ILUSTRASI. Aktivitas pekerja pada proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (22/1/2025). Internasional Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini lebih rendah dibandingkan ekspektasi pemerintah. IMF melalui laporan World Economic Outlook Januari 2025, tidak mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang telah diramalkan sejak Oktober 2024 lalu, yaitu sebesar 5,1%. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Perekonomian domestik Indonesia tahun ini akan sangat dipengaruhi oleh berbagai tantangan dari risiko global dan pasar global.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, salah satu yang paling sentral adalah berkaitan dengan perang dagang atau trade war 2.0 yang akan dipicu oleh kebijakan tarif impor yang akan diterapkan oleh Trump dalam menjalankan pemerintahannya di Amerika Serikat.

Seiring dengan itu, berlanjutnya risiko geopolitik, baik dari Timur Tengah, dan juga geopolitik antara China dan Taiwan, serta antara Amerika Serikat (AS) dengan BRICS yang juga terlibat dalam pembentukan modal tetap bruto atau investasi.

Ekonomi Indonesia paling sensitif terhadap dua negara, baik China dan juga Amerika Serikat, ya ini baik dari sisi indikator PDB-nya dan juga dari sisi current account dan juga dari sisi penerimaan negaranya,” ungkap Josua. 

Baca Juga: Indonesia Diramal Bakal Terkena Dampak Signifikan dari Tarif Perdagangan Trump

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok menjadi penting bagi Indonesia, mengingat Tiongkok merupakan mitra utama terbesar bagi Indonesia karena lebih dari 20% hingga 25% dari total ekspor Indonesia khususnya ke Tiongkok, sehingga tahun ini pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang diperkirakan akan melambat dan berlanjut hingga tahun depan sehingga perlambatan perekonomian Tiongkok ini tentunya akan bisa berdampak pada permintaan ekspor barang Indonesia, terutama komoditas Indonesia seperti itu CPO, batubara.

“Hal ini tentunya akan dapat mempengaruhi juga kinerja perdagangan Indonesia baik itu khususnya kinerja ekspor Indonesia sehingga beberapa kondisi dari global yang akan mempengaruhi kondisi ekonomi domestik,” ungkap Josua.

Selain perang dagang, faktor lain yang mempengaruhi perekonomian domestik adalah pergerakan nilai tukar rupiah yang berkaitan dengan suku bunga Bank Sentral Global, khususnya pasca terpilihnya Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. 

Baca Juga: IHSG Terjun 1,66% di Sesi Pertama, Ini Rekomendasi Saham dan Catatan Analis

Josua menilai dinamika tren nilai tukar rupiah di tahun lalu sesuai dengan perkiraan awal, di mana rupiah bergerak cenderung lemah sejalan juga dengan risiko sentimen akibat lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama dari kondisi global dan juga geopolitik global di Timur Tengah sehingga terdapat kecerungan rupiah ataupun penguatan dollar secara global.

Namun di kuartal ketiga 2024 sejalan juga dengan keputusan Fed memangkas suku bunganya yang juga direspon juga oleh Bank Indonesia dengan penurunan suku bunga di bulan September 2024, sehingga mendorong penguatan rupiah di kuartal ketiga, namun pasca Trump terpilih dolar kembali menguat dan pergerakan rupiah cenderung bergerak sideways di bulan Januari, yang sangat dipengaruhi oleh kebijakan Trump.

Seiring dengan eskpektasi pasar juga berubah cepat dimana sebelumnya The Fed pada September 2024 masih melihat adanya peluang penurunan 100 bps namun tiba-tiba berubah di Desember 2024 menjadi hanya 50 bps. Meski begitu ekspektasi pasar masih melihat peluang penurunan 25 bps tahun ini, sehingga dolar masih akan tetap menguat.

Lebih lanjut Josua menyebut penguatan dolar Amerika Serikat masih berpotensi untuk menguat di tahun ini yang tentunya akan bisa mendorong capital outflow dari negara-negara berkembang.

Adapun penempatan investor asing paling besar pada instrumen SRBI sekitar hampir US$ 9,85 miliar diikuti di instrumen SBN sebesar US$ 3,3 miliar, dan di pasar saham sebesar US$ 1,5 miliar. Meksipun di bulan Januari 2025 terjadi outflow di pasar saham.

“Sebenarnya mengingat daya tarik ekonomi kita masih tetap baik dibandingkan dengan negara lain di G20 di mana ekonomi kita masih mengalami stabilitas bukan stagnansi. Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil dan resilien di kisaran 5,1% pada tahun ini,” ungkapnya.

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi akan didukung oleh sektor-sektor yang berorientasi domestik dan relatif banyak di sektor jasa. Dari sisi sektor manufaktur masih berkaitan dengan sektor yang menghasilkan barang-barang konsumsi domestik namun sifatnya tidak tahan lama ataupun barang investasi, namun akan relatif lebih baik pada sektor-sektor yang defensif seperti sektor kesehatan, konsumsi primer, sektor utilitas, hingga sektor ritel barang pokok.

Baca Juga: Bank Indonesia Waspadai Kenaikan Inflasi Global sebagai Imbas Kebijakan Trump 2.0

Selanjutnya: BCA Komitmen Selesaikan Pembangunan Kantor di IKN

Menarik Dibaca: 6 Trik Cerdas Membuat Ruangan Tanpa Jendela Lebih Cerah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×