kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Restrukturisasi utang diklaim bisa bikin Krakatau Steel (KRAS) berhemat US$ 647 juta


Senin, 09 Maret 2020 / 16:10 WIB
Restrukturisasi utang diklaim bisa bikin Krakatau Steel (KRAS) berhemat US$ 647 juta
ILUSTRASI. Suasana proses pengolahan baja di PT Krakatau Steel Cilegon Banten (6/2). Restrukturisasi utang diklaim bisa bikin Krakatau Steel (KRAS) berhemat US$ 647 juta.Pho KONTAN/Achmad Fauzie


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai melakukan restrukturisasi, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) menargetkan tahun ini bisa berbalik arah dari rugi menjadi mencetak laba.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan restrukturisasi utang berjalan dengan baik dan  perusahaannya bisa menghemat US$ 647 juta. “Berjalan dengan baik, kan urusan restrukturisasi utang sudah selesai. Berhemat US$ 647 juta,” tulis Silmy melalui pesan singkat kepada Kontan.co.id beberapa waktu silam.

Baca Juga: Kontrak baru PTPP hingga Februari 2020 capai Rp 3,4 triliun

Selain adanya penghematan dari restrukturisasi utang, General Manager Sales Project Krakatau Steel Ahmad Hafid mengatakan tahun ini perusahaannya bakal meningkatkan market share dari penjualan hot rolled coil (HRC) di dalam negeri menjadi 40%. Sedangkan market share produk tersebut di tahun 2019 sebesar 30%.  Secara garis besar, Ahmad mengatakan Krakatau Steel akan mengupayakan penerapan anti dumping serta melakukan efisiensi.

“Targetnya harus profit. Jadi Ebitda kita di Januari dan Februari 2020 positif. Jadi proses restrukturisasi sudah selesai, artinya dari operasional sudah harus bisa meng-generate revenue dan laba,” jelas Ahmad menjawab pertanyaan Kontan usai menghadiri acara peresmian fabrikasi baja Waskita Karya Infrastruktur, Kamis (5/2).

Untuk meraih pertumbuhan pangsa pasar tersebut, Ahmad mengatakan Krakatau Steel bisa menyediakan kebutuhan baja mencapai 2,1 juta ton di tahun 2020. Lalu dengan beroperasinya pabrik hot strip mill (HSM) 2 yang ditargetkan pada pertengahan tahun ini, maka kapasitas produksi HRC bisa meningkat 1,5 juta ton. “Sehingga di 2021 market share bisa meningkat lagi di atas 50%,” jelas dia.

Selain HRC, Krakatau Steel memiliki kapasitas produksi untuk cold rolled coil (CRC)  500.000 ton -600.000 ton, besi beton dan siku sekitar 300.000 ton - 500.000 ton dan wire rod sekitar 300.000 ton.

Baca Juga: Esta Multi Usaha (ESTA) masuk bisnis penyewaaan kendaraan

Untuk meningkatkan nilai tambah serta positioning Krakatau Steel Grup di industri baja nasional, mereka baru saja memandatangani peminjaman dan penggunaan fabrikasi workshop Krakatau Steel oleh PT Krakatau Perbengkelan dan Perawatan yang merupakan anak usaha PT Krakatau Engineering. Kerjasama ini merupakan optimalisasi HRC/CRC menjadi finished produksi. Krakatau Steel akan merelokasi peralatan fabrikasi yang diharapkan selesai pada akhir Maret 2020.

Bersamaan dengan memperkuat strategi korporasi, Krakatau Steel juga pro-aktif mengajukan program anti dumping. Dalam keterbukaan informasi, perusahaan baja pelat merah ini membenarkan bahwa impor baja saat ini sudah menghantam industri baja nasional dari hulu hingga hilir.

Pada tahun 2018 volume impor baja mencapai angka 6,3 juta ton naik 6,7% secara tahunan (yoy). Selain itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, besi dan baja tercatat menjadi komoditi impor terbesar ketiga yaitu sebesar 6,45% dari total impor dengan nilai US$ 10,25 miliar.

Baca Juga: Bottom line Wijaya Karya Bangunan Gedung (WEGE) masih berotot

Lalu pada 2019, nilai impor besi dan baja mencapai US$ 10,39 miliar atau naik 1,42%. Data tersebut menunjukkan besi dan baja tetap menjadi komoditi impor terbesar ketiga yaitu mencapai 6,98%.

Masih berdasarkan data olahan Krakatau Steel, beberapa produk baja di dalam negeri terlihat memiliki kapasitas yang berlebihan (over capacity) sehingga disarankan untuk menghentikan impor.

Misal untuk HRC pada 2018 industri baja nasional memiliki kapasitas 4,9 juta ton dan mampu memproduksi 2,2 juta ton dengan supply domestik 2,17 juta ton. Sementara itu kebutuhan konsumsi 3,7 juta ton. Namun angka impor mencapai 1,53 juta ton atau setara 41% dari serapan.

Baca Juga: Penurunan harga batubara turut menekan kinerja Batulicin Nusantara Maritim (BESS)

Berkaca dari kondisi tersebut, Krakatau Steel meminta pemerintah berpihak kepada industri baja dalam negeri dengan membendung impor dan menegakkan kembali aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×