Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Rupiah berhasil mencuri kesempatan berbalik arah akibat hasil pertemuan FOMC yang kurang sesuai ekspektasi pasar. Masa depan mata uang Garuda sepertinya masih kinclong asal pemerintah berperan aktif dalam menunjang kinerja rupiah.
Dari hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), David Sumual, Ekonom Bank BCA menjelaskan, pasar menilai bahwa ada suatu kepastian Bank Sentral Amerika alias The Fed akan mengerek suku bunga acuannya di akhir tahun ini. Tetapi, aksi tersebut kurang agresif. Besar peluang mereka hanya akan menaikkan suku bunga satu hingga dua kali dengan besaran masing-masing 25 basis poin.
“Jadi total 0,5%. Tidak seagresif di pertemuan Maret lalu,” ujarnya. Aksi tersebut juga harus ditunjang dengan data-data perekonomian Negeri Paman Sam yang sesuai harapan.
Dalam waktu mendatang, ia memproyeksikan rupiah memang masih rentan terkoreksi apabila banyak berita yang berimbas negatif. Misalnya krisis Yunani yang tak kunjung selesai atau ada ketidakpastian lagi soal kenaikan suku bunga AS yang dapat mengerek kinerja dollar AS.
“Tetapi saya lihat kalau nanti suku bunga AS naik 0,25% itu bukan suatu kejutan karena sudah diprediksi,” tuturnya. Hingga pengujung tahun, David memprediksi rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 12.800 – Rp 13.400.
Tapi, untuk jangka waktu menengah, ia menilai rupiah masih akan bergerak di kisaran Rp 13.300. Memang rupiah masih berpeluang untuk menguat hingga level Rp 13.000. Syaratnya, ada sentimen-sentimen positif yang dapat mendongkrak kinerja rupiah.
Misalnya kenaikan ekspor, pembangunan infrastruktur, belanja pemerintah yang baik di paruh kedua tahun ini, iklim bisnis yang positif, hingga reformasi struktural perizinan serta ketenagakerjaan.
“Ini juga akan menarik investasi asing. Pasar lagi menunggu peran pemerintah untuk menguatkan rupiah,” jelasnya.
Selain itu, David menilai cadangan devisa dalam negeri yang mencapai US$ 110,771 miliar masih cukup guna menjaga pasokan dan kebutuhan dollar AS di pasar. Makanya Bank Indonesia (BI) mengambil kebijakan untuk menggeser permintaan dollar AS dari pasar spot ke pasar derivatif dan swap secara perlahan. “Mereka juga membuat peraturan hedging,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News