Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga saham PT Indosat Tbk (ISAT) terus naik dalam beberapa waktu terakhir. Disinyalir, rencana ISAT yang akan merger dengan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri) menjadi faktor pendorongnya. Namun, rencana merger antara ISAT dengan Tri masih dalam tahapan awal atau baru tahap nota kesepahaman (MoU) yang tidak mengikat.
Analis NH Korindo Sekuritas Restu Pamungkas mengatakan, aksi merger ini terjadi tidak berselang lama setelah Tri berhasil menjadi pemenang lelang penggunaan blok pita frekuensi radio 2,3 GHz pada rentang 2.360-2390 MHz. Pita frekuensi tersebut bisa digunakan untuk menggelar jaringan 5G. Namun, untuk masuk ke ranah 5G, Restu menyebut modal belanja yang disiapkan haruslah besar.
Kendati demikian, Restu menilai langkah merger tersebut akan memberi dampak positif terhadap kedua perusahaan untuk jadi lebih efisien dalam beroperasi. Tak hanya itu, ia menilai kompetisi antar operator akan menjadi lebih sehat seiring para perusahaan akan lebih fokus dalam meningkatkan kualitas.
“Aksi merger ini juga akan meningkatkan angka pelanggan potensial. Hingga 9M20, pertumbuhan pelanggan ISAT tercatat naik 2,8% menjadi 60,4 juta pelanggan. Sementara pelanggan Tri juga mengalami kenaikan menjadi 38 juta pelanggan. Jika aksi merger ini terealisasi, jumlah pelanggan akan mengalami kenaikan dan menyentuh 100 juta pelanggan,” kata Restu kepada Kontan.co.id, Kamis (14/1).
Baca Juga: Indosat Ooredoo lakukan transformasi pengalaman pelanggan dan agent
Sementara analis Deutsche Bank Peter Milliken dalam risetnya pada 23 Desember 2020 mengatakan, Tri berhasil membukukan EBITDA sekitar Rp 4 triliun pada 2019 kemarin. Jumlah tersebut merepresentasikan sekitar 40% dari pendapatan ISAT. Sehingga, dia melihat merger kedua perusahaan ini akan membuat sharing ratio pendapatan sekitar 70/30 ke ISAT.
“Merger ini pun juga akan membuat industri telko terhindar dari persaingan banting harga, dan justru akan membuat persaingan berdasarkan kualitas. Jika aksi ini terjadi, ISAT juga akan lebih efisien dalam melakukan ekspansi di luar pulau Jawa,” terang Peter.
Peter juga melihat merger ini akan memberi dampak yang solid karena tumpang tindih spektrum tinggi akan memungkinkan jaringan lebih efisien dan penggunaan tower dari waktu ke waktu. Ia meyakini, penjualan dan pemasaran juga akan jauh lebih hemat lewat upaya konsolidasi ini.
Menyambut 2021, katalis positif untuk kinerja ISAT ke depan dinilai Restu masih akan datang dari upaya ekspansi jaringan 4G yang dilakukan oleh ISAT. Restu melihat, hingga 9M20, ISAT telah memiliki 59.969 Base Transceiver Station (BTS) atau bertambah sebanyak 30.652. Pertambahan tersebut juga merupakan yang paling tinggi dibanding kompetitor lainnya.
Baca Juga: ISAT dan Tri Merger, Ada Potensi Pengembalian Frekuensi Kepada Negara
Menurutnya ekspansi ini masih akan terus berlangsung pada tahun depan. Hingga sembilan bulan 2020, ISAT telah menyerap Rp 5,9 triliun dari anggaran modal belanja Rp 9 triliun yang mayoritas digunakan untuk ekspansi. Tahun depan kemungkinan ISAT akan menyiapkan modal belanja senilai Rp 10 triliun dan mayoritas masih akan digunakan untuk ekspansi jaringan 4G
Dari sisi kinerja, Restu pun menilai saat ini tidak ada sentimen negatif yang membayangi kinera ISAT ke depan. Ia memperkirakan, ISAT dapat mencatatkan laba bersih pada tahun ini ditopang oleh efisiensi ketat dari ISAT yang terus dilakukan.
“Mungkin yang bisa jadi risiko adalah jika merger dengan Tri tidak sesuai dengan kesepakatan semula akan berujung pada koreksi harga saham di market. Sejauh ini pelaku pasar optimistis menyambut merger antara ISAT dengan Tri sehingga harga sahamnya cenderung naik belakangan ini,” tambah Restu.
Restu memproyeksikan pendapatan ISAT pada tahun lalu akan menyentuh Rp 27,15 triliun dan membukukan kerugian Rp 288 miliar. Sementara pada tahun ini, ISAT diperkirakan akan mengantongi pendapatan Rp 29,36 triliun dan bisa mencatatkan laba bersih sebesar Rp 119 miliar.
Baca Juga: Pemerintah dukung rencana merger Indosat dengan Tri
Lebih lanjut, Restu saat ini merekomendasikan underweight untuk saham ISAT dengan target harga Rp 5.130 per saham. Ia mempertimbangkan bahwa bottom line ISAT pada tahun 2020 masih akan negatif dan dari segi valuasi juga relatif tinggi. Target harga tersebut mencerminkan level EV/EBITDA sebesar 4,2x.
Sementara Peter melihat kenaikan saham ISAT belakangan merupakan hal yang wajar. Namun, perlu diperhatikan bahwa harga tersebut menyiratkan sekitar 8% dari biayanya telah dikeluarkan. Lalu, juga dengan asumsi bahwa merger dilakukan secara seimbang, bukan ISAT membayar secara premium.
“Dengan asumsi-asumsi tersebut, ISAT akan diperdagangkan pada 11,5x 2024 P/E, menurut kami angkat tersebut sudah fair seiring potensi upside dari pendapatan jika merger terjadi,” tambah Peter.
Walau optimistis dengan potensi dari merger, Peter menurunkan rekomendasi untuk ISAT menjadi hold dengan target harga Rp 5.250 per saham. Ia percaya, sekalipun harga sudah priced in, risiko dalam kesepakatan tersebut masih ada. Tak hanya Peter, analis Danareksa Sekuritas Niko Margaronis juga merekomendasikan hold dengan target harga Rp 4.900 per saham. Adapun pada perdagangan Kamis (14/1), saham ISAT diperdagangkan melemah 2,75% ke Rp 6.200 per saham.
Baca Juga: Begini tanggapan Tri Indonesia soal potensi mengembalikan frekuensi pasca merger
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News