Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Yudho Winarto
JAKARta. Industri reksadana syariah sedang memble. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sepanjang September tahun ini, dana kelolaan reksadana syariah tergerus sebanyak Rp 730 miliar, menjadi Rp 10,1 triliun.
Dibandingkan akhir tahun lalu, jumlah dana kelolaan bahkan sudah menyusut Rp 1,05 triliun atau 9,4%. Tren penurunan signifikan sudah terjadi sejak Agustus lalu.
Keluarnya dana dari pasar reksadana syariah menyebabkan kontribusi terhadap total kelolaan industri reksadana hanya tersisa 4% per September 2015. Bandingkan saja, akhir tahun lalu, porsi syariah masih mencapai 4,65%. Padahal, ada penambahan 11 produk reksadana syariah baru sepanjang tahun ini.
Analis Millenium Capital Management Desmon Silitonga menilai, tergerusnya dana kelolaan dipicu tekanan di pasar saham dan obligasi. Efeknya, nilai aset dasar reksadana syariah menurun.
Sekadar gambaran, year to date (ytd) September, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 19,19%. Pada periode yang sama, indeks surat utang negara (SUN) minus 0,89%. Selain itu, kata Desmon, jumlah dana masuk alias subscription juga minim. Tekanan di pasar menyebabkan investor cenderung mengurangi investasi.
Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo mengakui, dana kelolaan reksadana syariah racikannya tergerus akibat imbas kondisi pasar yang negatif.
Investor juga tidak banyak yang membeli reksadana syariah. Alasannya, reksadana saham syariah memiliki volatilitas lebih tinggi dibandingkan dengan reksadana saham konvensional. "Sedangkan pada reksadana pendapatan tetap, obligasi syariah sebagai aset dasarnya kurang likuid," tutur Soni
Direktur Investasi Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul mengklaim, penurunan dana kelolaan dipicu penurunan rata-rata harga saham syariah antara 15%-20%. "Sehingga meskipun terdapat subscription, dana kelolaan sulit naik," katanya.
Ada peluang membaik
Meski demikian, Jemmy masih melihat peluang reksadana syariah pulih. Perkiraannya, dana kelolaan reksadana syariah bisa tumbuh sekitar 5% hingga akhir tahun ini. Asumsinya, kinerja IHSG akan di kisaran minus 5% hingga 10% pada akhir tahun ini. "IHSG Sudah menemukan bottom pada September lalu, sehingga masih berpotensi naik dari saat ini," ujarnya.
Menurut Desmon, pasar reksadana syariah masih akan dibayangi faktor eksternal terkait kepastian kenaikan suku bunga The Fed dan ekonomi China. Meski demikian, ia yakin, dana kelolaan reksadana syariah masih bisa tumbuh apabila faktor internal, seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi membaik. "Dana kelolaan akan meningkat, meskipun tidak sebaik tahun lalu," prediksinya.
Desmon menyarankan, investor reksadana menerapkan strategi investasi jangka panjang. Investor bisa masuk saat harga murah, sehingga dapat memaksimalkan return. Soni sependapat, investor harus mempunyai horizon investasi jangka panjang. Dengan demikian, tidak harus memikirkan volatilitas harian. "Reksadana pendapatan tetap syariah bisa menjadi pilihan saat fluktuasi pasar," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News