Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham dan obligasi Indonesia kembali diliputi ketidakpastian seiring meningkatnya tensi perang dagang antara AS dan China. Investor pun perlu cermat ketika berinvestasi produk reksadana saham dan pendapatan tetap di tengah kondisi pasar terkini.
Managing Director, Head Sales & Marketing Henan Putihrai Asset Management Markam Halim menyampaikan, pelemahan pasar saham jelas akan berdampak negatif bagi reksadana saham dalam waktu dekat. Ini mengingat komposisi efek berupa saham dalam reksadana tersebut minimal 80%.
Baca Juga: Menyikapi perang mata uang, analis ini sarankan investor untuk defensif
Belum lagi, mayoritas reksadana saham yang beredar di pasar memiliki aset dasar berupa saham-saham blue chip atau berkapitalisasi besar. “Dapat dikatakan kinerja reksadana berbanding lurus dengan kondisi IHSG,” ujar dia.
Sekadar catatan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga hari ini (7/8) telah mengalami koreksi sebesar 2,92% dalam sepekan terakhir menurut data RTI. Kinerja rata-rata reksadana saham sejauh ini juga belum memuaskan. Infovesta Equity Fund Index yang jadi acuan kinerja rata-rata reksadana saham masih terkoreksi 3,13% (ytd) hingga akhir Juli kemarin.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan, reksadana saham masih tetap menarik dikoleksi saat ini di tengah ketidakpastian pasar.
Menurutnya, penurunan suku bunga acuan ditambah pelonggaran likuiditas yang dilakukan oleh Bank Indonesia turut berdampak positif bagi reksadana saham. Namun, efek sentimen tersebut cenderung lebih lambat dirasakan oleh reksadana saham.
Baca Juga: Banyak permintaan, BEI akan terus meluncurkan indeks baru
“Reksadana saham belum sepenuhnya merealisasikan dampak penurunan suku bunga acuan,” ucapnya, hari ini.
Dari situ, ia menilai, reksadana saham justru berpeluang mampu mengejar ketertinggalannya dari segi kinerja ketika sentimen perang dagang mereda.
Sementara itu, kinerja reksadana pendapatan tetap juga terancam turun seiring tren kenaikan yield Surat Utang Negara (SUN). Rabu (7/8), yield SUN seri acuan 10 tahun berada di level 7,50%.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai, koreksi yang terjadi di pasar obligasi sejatinya masih bersifat wajar karena murni faktor eksternal berupa peningkatan eskalasi perang dagang AS-China.
Dari sisi fundamental, pasar obligasi domestik masih cukup mumpuni karena BI sudah menurunkan suku bunga acuan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan kembali terjadi di sisa tahun ini.
Baca Juga: Reksadana Insight Nusantara Equity Fund I Nusantara pertahankan kinerja di 19,68%
Dengan begitu, penurunan kinerja reksadana pendapatan tetap kemungkinan hanya akan berlangsung sesaat. “Harga obligasi masih berpeluang naik dalam waktu dekat sehingga reksadana pendapatan tetap bisa menjadi opsi bagi investor,” ungkapnya, hari ini.
Ia pun memperkirakan, jika BI kembali menurunkan suku bunga acuan sebelum pergantian tahun ini, kinerja rata-rata reksadana pendapatan tetap dapat mencapai 10%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News