Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek kinerja emiten di bisnis media ditaksir belum bisa melaju kencang menjelang akhir tahun 2022. Angin segar belum berhembus di tengah sentimen makro ekonomi terutama efek lonjakan inflasi dan kenaikan suku bunga.
Analis Kanaka Hita Solvera Raditya Krisna Pradana melihat belum ada faktor signifikan yang bisa mendongkrak sektor usaha media. Menurutnya, situasi baru bisa berubah pada tahun depan, saat tahun politik melecut emiten media untuk berlari lebih kencang.
"Saat ini emiten media belum dapat angin segar. Belanja iklan juga belum berubah signifikan. Kami proyeksikan baru akan mengalami perubahan signifikan menghadapi tahun politik tahun depan," kata Raditya kepada Kontan.co.id, Minggu (18/9).
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Farras Farhan menambahkan, belanja iklan alias advertising expenditure (adex) dari sejumlah sektor usaha ditaksir stagnan. Bahkan adex dari perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG) dan teknologi bisa saja menurun seiring kenaikan tingkat suku bunga.
Baca Juga: Geser Jeff Bezos, Gautam Adani Jadi Orang Terkaya ke-2 Dunia dengan harga Rp 2.192 T
"Inflasi juga membuat funding untuk teknologi dan buying power berkurang. Hal ini sudah tercermin di beberapa perusahaan FMCG yang mengurangi adex-nya," jelas Farras.
Menimbang kondisi yang ada saat ini, Raditya menjagokan PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) dan PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) sebagai emiten yang akan bisa merajai sektor media menjelang akhir tahun 2022.
SCMA akan mendapatkan dorongan kuat dari platform Over-The-Top (OTT) Vidio.com. Terlebih dengan lisensi gelaran sepakbola berbagai liga top dunia serta FIFA World Cup (Piala Dunia) 2022.
Sementara itu, MNCN punya katalis dari aksi korporasi yang gemar dilakukan oleh Grup MNC. Termasuk dari rencana merger dengan PT Global Mediacom Tbk (BMTR).
Analis Sucor Sekuritas Paulus Jimmy juga menyoroti emiten Grup Emtek (EMTK) dan MNC tersebut. Menurut Jimmy, kinerja SCMA dan MNCN sejauh ini masih on track dari ekspektasi.
Baca Juga: Sukses di Perguruan Tinggi, Edufecta Incar Pasar Pendidikan Dasar dan Menengah
"Baik SCMA dan MNCN sekarang fokus mengembangkan bisnis digital mereka, mengikuti tren perkembangan jaman yang serba go digital," ungkap Jimmy.
Catatan Jimmy, earnings SCMA memang akan tampak mengalami penurunan lantaran bisnis OTT Vidio yang masih "burning money". Tetapi diharapkan bisa terkompensasi dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi.
"Bukan berarti jelek kalau earnings SCMA turun, karena growth engine yang sedang disiapkan itu memang Vidio. Nature dari bisnis media yang memang cash cow company membuat growth Vidio diharapkan bisa berlanjut ke depannya," terang Jimmy.
Dalam risetnya 6 September 2022 lalu, Farras melihat pendapatan iklan TV yang cenderung flat. Meski begitu, bisnis digital SCMA tumbuh pesat. pendapatan digital dan out-of-home (OOH) SCMA melambung hingga 66,7% secara tahunan (YoY).
Farras juga memperkirakan jumlah pelanggan Vidio akan terus bertambah menjelang Piala Dunia 2022. Adapun Vidio sudah memiliki 3,5 juta pelanggan berbayar dan 60 juta Monthly Active User (MAU).
"Kami meyakini Vidio akan mencatatkan pertumbuhan signifikan tahun ini, salah satunya berkat Piala Dunia. Kami pikir angka (pengguna) ini akan terus bertambah, sekaligus mendongkrak pendapatan Vidio," jelas Farras.
Meski begitu, sebagian besar pendapatan SCMA masih berasal dari iklan TV yang cenderung melambat. Melihat prospek tersebut, dalam riset ini Farras menurunkan rekomendasi SCMA menjadi hold, dengan target harga di Rp 240.
Baca Juga: Prediksi Bill Gates soal Masa Depan Dunia Cukup Akurat, Penasaran?
Risikonya terletak pada pertumbuhan pelanggan Vidio yang di bawah ekspektasi, kemudian penurunan tajam dari sisi belanja iklan.
Sementara itu, Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya dalam risetnya 13 September 2022, memperkirakan kinerja MNCN pada semester kedua akan lebih baik dibandingkan paruh pertama lalu.
Ada peluang, potensi iklan yang masuk selama gelaran Piala Dunia pada November - Desember nanti akan menyebar ke saluran TV lain selain SCMA sebagai penyiar resminya. Di sisi lain MNCN masih bisa bersandar dari beberapa program khusus.
Seperti Indonesian Idol, Masterchef, Indonesia's Got Talent, TikTok Award, hingga kembalinya Arya Saloka ke sinetron Ikatan Cinta. Program-program tersebut diharapkan bisa mempertahankan pangsa pemirsa MNCN di paruh kedua tahun ini.
Baca Juga: Metrodata (MTDL) Menargetkan Pertumbuhan 15% di Tahun 2022
Untuk MNCN, Christine mempertahankan rekomendasi buy dengan target harga berada di Rp 1.350 yang didasarkan pada 7x 2022 P/E, menimbang kinerja yang apik dan penurunan utang berbunga.
Di sisi lain, dengan melemahnya harga komoditas terutama sawit (CPO), anggaran iklan perusahaan FMCG diperkirakan akan pulih perlahan. "Karena kenaikan harga komoditas, terutama CPO itu memberatkan FMCG. Tapi karena sudah mulai normalisasi harga, tahun depan diharapkan ada perbaikkan juga di belanja iklan," jelas Christine.
Raditya juga memberikan rekomendasi buy untuk SCMA dan MNCN. Dengan target harga masing-masing di Rp 320 dan Rp 1.175. Sedangkan target harga SCMA dari Jimmy berada di level Rp 270 dan target untuk MNCN di Rp 1.450.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News