Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi PT Vale Indonesia Tbk (INCO) diproyeksi akan menurun seiring dengan adanya proyek pembangunan kembali (rebuild) di salah satu tanur listriknya. CEO dan Presiden Direktur Vale Indonesia Nicolas Kanter mengatakan, target produksi tahun 2021 adalah sekitar 64.000 metrik ton. Jumlah ini menurun dari realisasi tahun lalu, dimana INCO memproduksi 72.237 metrik ton nikel dalam matte.
Sementara itu, INCO melaporkan telah memproduksi 15.198 metrik ton (MT) nikel dalam matte pada triwulan pertama tahun 2021. Realisasi ini menurun masing-masing 8% dan 14% jika dibandingkan dengan produksi pada kuartal keempat 2020 dan kuartal pertama 2020.
Adapun produksi pada kuartal keempat mencapai 16.445 MT sementara produksi pada kuartal pertama mencapai 17.614 MT. Nico menyebut, penurunan ini karena adanya aktivitas pemeliharaan.
“Pada triwulan pertama tahun 2021, Vale berhasil mempertahankan keandalan operasionalnya setelah upaya kami menangani pandemi Covid-19 yang semakin terarah. Kami bersyukur atas pencapaian ini,” kata Nico dalam keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia, Senin (19/4).
Baca Juga: Produksi nikel Vale Indonesia (INCO) menurun 14% di kuartal pertama 2021
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Setya Ardiastama memperkirakan, dengan adanya rencana rebuild tanur tersebut, volume produksi nikel dari INCO diperkirakan turun sebesar 10% hingga 16%. Produksi INCO tahun ini diproyeksi sekitar 60.000 MT hingga 63.000 MT.
Okie menyebut, prospek harga nikel yang menjadi andalan Vale Indonesia masih cukup solid. Sepanjang kuartal pertama 2021, pergerakan rata-rata harga acuan nikel masih cukup tinggi. Angin segar ini diperkirakan masih dapat berlangsung hingga akhir kuartal kedua.
Okie memperkirakan harga nikel berada pada rentang US$ 15.300 per ton–US$ 16.800 untuk tahun ini. “Dampak dari naiknya harga jual berpotensi memberikan kenaikan pada kinerja keuangan INCO di semester pertama tahun ini,” terang Okie kepada Kontan.co.id, Selasa (20/4).
Dus, untuk tahun ini, Pilarmas Investindo Sekuritas memproyeksikan pendapatan INCO akan naik 3,5% secara year-on-year. Namun net income diproyeksikan turun 5,6%.
Baca Juga: Begini rekomendasi saham-saham big caps yang banyak dilepas investor asing
Analis Maybank Kim Eng Isnaputra Iskandar menilai, penurunan harga nikel saat ini, yang berada di kisaran US$ 16.000 per ton, sudah cukup terbatas. Dia menyebut, teknologi untuk mengubah nikel pig iron (NPI) menjadi nikel dalam matte membutuhkan harga nikel minimum sekitar US$ 16.000 per ton, untuk mencapai titik impas atau break even point (BEP).
“Hal ini menunjukkan bahwa pasokan nikel untuk segmen baterai, yang kurang dari 5% dari permintaan, akan terus terbatas terutama dalam jangka menengah hingga panjang. Kami mempertahankan asumsi harga nikel tahun 2021-2022 sebesar US$ 15.500 per ton,” terang Isnaputra dalam riset, Selasa (30/3).
Di sisi lain, Isnaputra tidak khawatir dengan adanya potensi penundaan proyek rebuild tanur 4, karena hal itu justru akan berdampak positif untuk volume produksi INCO di 2021. Penundaan tersebut tidak akan mengubah total perkiraan produksi INCO untuk tahun 2021-2022 yakni di angka 135.500 ton.
Proyek ini dijadwalkan akan dimulai pada Mei dan akan berlangsung selama lima bulan. Namun, Isnaputra menyebut proyek ini berpotensi tertunda karena pandemi.
Baca Juga: Penyokong emiten sektor logam bergantung pada prospek kenaikan harga nikel & tembaga
Selain penurunan harga nikel yang terbatas, kinerja INCO di 2021 juga berpotensi naik jika harga nikel saat ini bisa bertahan. Selain itu, ada pula potensi pembagian dividen yang dapat menyokong harga saham INCO.
Okie merekomendasikan buy saham INCO dengan target harga Rp 5.920 per saham. Sementara Isnaputra merekomendasikan buy saham INCO dengan target harga Rp 7.000 per saham. Pada perdagangan Selasa (20/4), saham INCO ditutup melemah 0,93% ke level Rp 4.270 per saham.
Baca Juga: Miliki pasokan nikel terbesar, Kadin optimistis RI bakal kuasai pasar mobil listrik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News