Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan imbal hasil reksadana pendapatan tetap untuk obligasi dolar AS di sisa 2019 berpotensi menyentuh level double digit. Hal ini didukung tren penurunan suku bunga acuan baik di Tanah Air, maupun di Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Infovesta Fixed Income Fund Index per 23 Agustus 2019, rata-rata reksadana pendapatan tetap untuk portofolio obligasi dollar AS membukukan imbal hasil 8,7%. Tren tersebut diperkirakan masih akan berlanjut dan berpotensi menembus 10% di akhir 2019.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, sentimen pendorong imbal hasil reksadana pendapatan tetap untuk obligasi dollar AS disebabkan oleh dua hal.
Baca Juga: Pelemahan sektoral menekan kinerja indeks IDX Value30 dan IDX Growth30
Pertama, karena tren suku bunga turun secara otomatis membuat harga obligasi cenderung naik dan kedua karena adanya keuntungan kurs, terlebih jika obligasi dollar AS dikonversikan menjadi rupiah.
"Trennya masih akan berlanjut untuk tahun ini, bukan hanya bagi obligasi dollar AS, tapi untuk pendapatan tetap secara umum," jelas Wawan kepada Kontan.co.id, Senin (26/8).
Baca Juga: Simak sepak terjang Mang Amsi membuat Komunitas Saham Syariah
Hingga akhir 2019, Wawan memperkirakan suku bunga acuan dari Bank Indonesia (BI) masih akan turun sekali lagi, di kuartal IV-2019. Dengan begitu, katalis suku bunga turun masih akan mendorong harga obligasi ke depan untuk naik.
Meskipun begitu, untuk reksadana pendapatan tetap dollar AS masih terikat dengan aturan reksadana konvensional yang mensyaratkan ke luar negeri maksimal 15%.
Sehingga, 85% aset akan berada di dalam negeri dalam bentuk Indon, Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan dalam bentuk dollar AS, atau obligasi swasta yang memiliki redenominasi dollar AS.
Baca Juga: Mang Amsi, dari guru madrasah di hutan belantara jadi investor saham syariah terkenal
"Dua hal tersebut masih jadi fokus. Namun, secara umum hingga akhir tahun harga masih akan meningkat. Ini karena suku bunga turun, yield turun, maka harga akan naik," paparnya.
Untuk itu, secara rata-rata Wawan melihat ada potensi return di akhir tahun bakal menyenuh level double digit, baik untuk reksadana pendapatan tetap redenomonasi dollar AS, maupun rupiah. "Dollar AS rata-rata bisa di atas 10%, sedangkan rupiah bisa 9-10%," ujarnya.
Sentimen utama yang bakal mendorong kenaikan return tersebut, ditegaskan Wawan masih dari tren penurunan suku bunga acuan. ke depannya, kebutuhan investor juga diyakini masih akan meningkat, khususnya dari institusi, sedangkan untuk investor individu dinilai belum terlalu besar.
Baca Juga: Direktur Utama Indosterling Mengelola Properti Demi Cuan Lebih Besar
Bagi investor yang belum masuk ke reksadana tetap dengan obligasi dollar AS, Wawan mengungkapkan sekarang belum terlambat untuk masuk.
Meskipun untuk tahun depan pertumbuhan return diprediksi tidak setinggi 2019, namun imbal hasil yang ditawarkan masih lebih menarik dibandingkan dengan deposito.
"Apalagi reksadana dollar AS tidak memiliki risiko kurs tahun ini, karena baik suku bunga Tanah Air maupun The Fed sama-sama menunjukkan kecenderungan turun," katanya.
Baca Juga: Raiz Invest luncurkan aplikasi investasi mikro berbasis online untuk gaet milenial
Sedangkan untuk tahun depan, Wawan belum bisa memberikan proyeksinya mengenai prospek reksadana pendapatan tetap obligasi dollar AS, karena banyaknya sentimen yang masih perlu diperhatikan.
Beberapa sentimen tersebut seperti perkembangan perang dagang AS dan pemilihan presiden AS, di mana terpilih atau tidaknya Donald Trump akan sangat mempengaruhi pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News