Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) masih mendorong ekspansi di proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Perseroan memperkirakan pada tahun depan sejumlah proyek listrik PTBA akan mulai berjalan.
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin memperkirakan, belanja modal alias capital expenditure (capex) yang dibutuhkan pada tahun depan bisa lebih tinggi dari tahun ini, berkisar US$ 500 juta. Sekitar 60% dari belanja modal itu bakal dialokasikan untuk suntikan ekuitas terhadap proyek listrik perseroan.
Sementara pada tahun ini, Arviyan memperkirakan serapan belanja modal PTBA hanya berkisar US$ 300 juta hingga US$ 400 juta. Pasalnya, serapan capex di proyek PLTU Banko Tengah, Sumatera Selatan (Sumsel) 8 sebesar 2x600 Mega Watt (MW) tak maksimal lantaran hingga kini perseroan belum mendapatkan Letter of Intent (LoI) dari PT PLN.
"Belanja modal tahun ini sebagian besar untuk pengembangan kapasitas produksi dan elektrifikasi demi mendorong efisiensi," ujarnya, Kamis (4/8).
Perseroan berharap, proses konstruksi PLTU Sumsel 8 bisa dimulai pada tahun ini. Apalagi, perseroan sudah meneken perjanjian jual beli listrik sejak tahun 2012 lalu. PTBA juga sudah mengamankan pendanaan untuk proyek tersebut dan sudah melakukan groundbreaking pada November tahun lalu.
Sementara pada tahun depan, PTBA berharap bisa memulai proyek PLTU mulut tambang Peranap, Riau yang memiliki kapasitas 1.200 MW. Proyek ini merupakan proyek kerja sama dengan PLN dan Tenaga Malaysia Berhad (TNB). Nilai investasinya mencapai US$ 2,4 miliar.
PTBA juga bermitra dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) untuk membangun pembangkit berkapasitas 2x350 MW di Kuala Tanjung, Sumatera Utara. "Kami juga sedang proses tender untuk PLTU Sumsel 9 dan 10. Setelah proyek Sumsel 8, yang diutamakan adalah PLTU Peranap dulu," imbuhnya.
Untuk mendanai ekspansi proyek listrik ini, Arviyan mengaku memiliki ruang pendanaan yang cukup besar. Dengan target EBITDA sebesar US$ 400 juta hingga US$ 500 juta, PTBA memiliki ruang leverage sebesar US$ 2,5 miliar.
"Kami masih punya ruang untuk pinjaman hingga lima kali EBITDA. Sehingga, untuk proyek-proyek besar, masih mudah untuk mencari pendanaannya," imbuhnya.
Ia menjelaskan, skema pendanaan yang sedang dikaji adalah menerbitkan surat utang global (global bond). Pasalnya, cost of fund dari penerbitan obligasi lebih rendah. Global bond ini rencananya bakal diterbitkan pada tahun depan jika kondisi pasar obligasi kondusif.
Arviyan mengatakan, PTBA masih memiliki dana kas yang besar, mencapai Rp 2,2 triliun. Belum lagi, perseroan juga mengempit saham simpanan atau treasury stock sebesar Rp 2,9 triliun dan surat berharga sebesar Rp 1 triliun.
Sepanjang Semester I 2016, pendapatan PTBA masih naik 4% yoy menjadi Rp 6,7 triliun. Namun, beban yang tinggi membuat laba bersih PTBA terkoreksi menjadi Rp 714,4 miliar dari sebelumnya Rp 794,8 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News