Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun 2020, lembaga pemeringkat ramai-ramai menurunkan prospek maupun rating sejumlah emiten yang menjadi anggota indeks LQ45. Pada 28 April 2020 misalnya, S&P Global Ratings menurunkan prospek PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesai Tbk (BBNI), dari stabil menjadi negatif. Meskipun begitu, S&P mempertahankan peringkat utang jangka panjang ketiga emiten tersebut di posisi BBB-.
Sebelumnya, Fitch Ratings juga menurunkan peringkat nasional jangka panjang PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dari AAA menjadi AA+ pada 23 Maret 2020. Fitch juga menurunkan peringkat jangka panjang issuer default rating BCA menjadi BBB- dari BBB. Meskipun begitu, Fitch tetap mempertahankan prospek stabil bagi BCA.
Baca Juga: Yield tinggi menjadi alasan ramainya lelang SUN hari ini
Tak berhenti di sektor perbankan, Moody's Investor Service dan S&P turut menurunkan prospek PT Jasa Marga Tbk (JSMR) dari stabil menjadi negatif. Perubahan tersebut diumumkan S&P pada 24 Maret 2020, lalu Moody's pada 8 April 2020.
Kemudian, pada 20 April 2020, S&P mengubah prospek PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dari stabil menjadi negatif. Pada tiga bulan pertama 2020, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) juga telah mengubah prospek PT PP Tbk (PTPP) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) menjadi negatif dari stabil.
Baca Juga: Tersengat tensi AS-China, rupiah berpotensi melanjutkan pelemahan esok
Analis Artha Sekuritas Dennies Christopher Jordan memang memprediksi, pendapatan PPTP dan WSKT pada tahun 2020 akan turun dibandingkan realisasi tahun lalu. Pasalnya, pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia membuat proyek-proyek infrastruktur tertunda.
"Bahkan, untuk pemindahan ibu kota pun dibatalkan. APBN difokuskan untuk penanganan Covid-19 terlebih dahulu," tutur Dennies kepada Kontan.co.id, Selasa (12/5). Alhasil, arus kas emiten konstruksi, termasuk PTPP dan WSKT berpotensi terganggu.
Terlebih lagi, ada utang jatuh tempo yang tetap harus dibayar oleh para emiten. Dennies pun tidak menutup kemungkinan adanya gagal bayar atas kewajiban tersebut. Berdasarkan catatan Kontan.co.id, WSKT dan anak beberapa usaha PTPP telah mengajukan relaksasi pinjaman berupa perpanjangan tenor dan penurunan bunga ke sejumlah bank.
Oleh karena itu, Dennies menyarankan investor untuk wait and see terlebih dahulu terhadap saham-saham konstruksi. Menurut dia, kondisi yang dapat mengerek kembali harga saham konstruksi adalah meredanya pandemi Covid-19 dan kembali normalnya pengerjaan proyek-proyek infrastruktur.
Tak berhenti sampai di situ, dampak pandemi Covid-19 terhadap aktivitas ekonomi juga turut meningkatkan risiko bisnis perbankan. Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama mengatakan, potensi kenaikan kredit macet menjadi satu kekhawatiran investor terhadap bisnis perbankan pada kuartal I dan kuartal II-2020.
Baca Juga: Indeks sektor keuangan anjlok 2,33% hari ini, tiga saham bank besar dijual asing
Apalagi, sejumlah emiten perbankan juga telah mencoba menyelesaikan permasalahan kredit melalui restrukturisasi. "Ini tentunya akan memberikan dampak pada pendapatan masing-masing bank," ungkap Okie.
Oleh sebab itu, dia berharap, aktivitas industri yang mulai dilonggarkan pada kuartal II-2020 ini dapat mengendalikan dampak perlambatan ekonomi dan menjaga non-performing loan (NPL) perbankan tetap di bawah 3%.
Meski prospek bisnis keempat bank tersebut diturunkan, Okie masih cukup optimistis dengan prospek saham bank-bank tersebut untuk jangka panjang. Mengingat, keempat bank yang tergolong ke dalam BUKU 4 ini memiliki likuiditas dan kecukupan modal yang masih terjaga.
Baca Juga: BCA pangkas batas tarik tunai kartu kredit jadi 20% dari limit kartu, apa alasannya?
Okie menyukai saham BBCA dan BBRI. Alasannya, restrukturisasi kredit yang diajukan oleh para nasabah bank ini tidak akan berdampak terlalu besar. "Segmen commercial banking dengan basis retail cukup mendominasi kredit BCA sehingga risiko melonjaknya NPL akan minim. Untuk BRI, meski kreditnya banyak disalurkan ke UKM, tetapi sejauh ini potensi risiko peningkatan NPL masih kecil," kata dia.
Ia merekomendasikan investor untuk buy saham BBCA dan BBRI secara bertahap. Okie memasang target harga BBCA Rp 28.000 per saham dan BBRI Rp 3.200 per saham. Pada perdagangan Selasa (12/5), harga saham BBCA ditutup di level Rp 26.100 per saham dan BBRI Rp 2.490 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News