Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
Terlebih lagi, potensi La Nina yang melanda perkebunan kedelai di Amerika Selatan dapat melebarkan spread antara CPO dan minyak kedelai hingga US$ 100 per ton sehingga menguntungkan harga CPO. Sebagaimana diketahui, minyak kedelai sering kali dijadikan substitusi CPO oleh negara pengimpor.
"Saya merevisi ke atas harga rata-rata CPO di 2020 menjadi RM 2.320 per ton dari sebelumnya RM 2.120 per ton," kata Meilki. Perkiraan harga rata-rata tersebut lebih tinggi 7,16% dibanding harga jual rata-rata CPO tahun 2019 yang sebesar RM 2.165 per ton.
Baca Juga: Produk minuman kesehatan topang kinerja Sido Muncul (SIDO) di semester I 2020
Terkait dengan prospek sahamnya, Meilki merekomendasikan investor untuk melirik saham AALI dan LSIP. Menurut analisisnya, kedua emiten ini berpotensi mencatatkan kinerja yang lebih baik di tahun ini dengan average selling price (ASP) yang lebih tinggi.
Ia mengestimasi, AALI akan membukukan pendapatan Rp 18 triliun dan laba bersih Rp 536 miliar. Adapun LSIP dapat mengantongi pendapatan Rp 3,8 triliun dan laba bersih Rp 396 miliar. "Untuk keduanya, saya merekomendasikan buy dengan target harga AALI di Rp 10.000 per saham dan LSIP Rp 1.000 per saham," ucap Meilki.
Chris juga menyarankan investor untuk mengoleksi LSIP dengan target harga Rp 1.400 per saham, SIMP Rp 450, dan TBLA Rp 900 per saham. "Ketiga perusahaan tersebut cukup sehat dan harga sahamnya masih murah," tutur Chris.
Per perdagangan Selasa (21/7), harga AALI berada di posisi Rp 9.550 per saham dengan price earning ratio (PER) 12,39 kali dan LSIP Rp 1.005 dengan PER 20,94 kali. Adapun TBLA berada di level Rp 720 per saham dengan PER 9,47 kali dan SIMP Rp 318 per saham yang menunjukkan PER -24,46 kali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News