Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah harga crude palm oil (CPO) lesu pada 2019, berbagai sentimen positif siap mengangkat lagi kinerja emiten perkebunan. Mulai dari harga CPO yang membaik, implementasi B30, hingga peluang India mengalihkan impor CPO dari Indonesia.
Menghadapi situasi ini, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) telah menganggarkan modal belanja mencapai Rp 1,3 triliun-Rp 1,6 triliun untuk ekspansi kapasitas pabrik dan fasilitas kerja yang sempat tertunda.
Kendati demikian, analis NH Korindo Sekuritas Meilki Darmawan melihat capex yang disiapkan oleh AALI ini justru pengaruhnya akan terjadi pada jangka panjang. Misalnya untuk peningkatan kapasitas pabrik dan pemeliharaan tanaman yang belum menghasilkan, dia menjelaskan peningkatan yang dilakukan pada 2020 baru akan terlihat hasilnya pada 2021 mendatang.
Baca Juga: Menimbang prospek kinerja Astra Agro Lestari (AALI) di tengah membaiknya harga CPO
“Sehingga nantinya AALI berpotensi memiliki kualitas CPO yang lebih baik dan kinerja AALI masih berpotensi untuk terus tumbuh pada masa yang akan datang,” jelas Meilki.
Hal senada juga disebutkan analis Ciptadana Sekuritas Yasmin Soulisa dalam risetnya pada 20 Januari 2020. Dia menuliskan, salah satu masalah yang menyelimuti AALI dan tengah diperbaiki adalah kelompok pohon yang sudah menua. Yasmin menyebut setidaknya pada tahun ini sebanyak 40% area perkebunan AALI memiliki pohon yang berusia lebih dari 20 tahun.
Baca Juga: Penjualan Mobil Memang Turun, tapi Saham Astra (ASII) dinilai Masih Bullish
Kondisi ini kemudian membuat AALI berencana untuk meremajakan tanaman di lahan seluas 6.500 ha pada tahun ini guna membuat profil perkebunannya memiliki usia sekitar 15 tahun. “Dampak positif penanaman ini terhadap pendapatan AALI mungkin baru terjadi 3-4 tahun setelah penanaman seiring dengan production yield yang meningkat. Meski demikian, untuk saat ini perkebunan AALI kami nilai masih cukup menarik,” tulis Yasmin dalam risetnya.
Lebih lanjut, dengan kondisi usia perkebunan saat ini, AALI bisa menghasilkan 18 ton-21 ton tandan buah segar (TBS) setiap tahunnya. Dengan penanaman ulang, produksi AALI akan sedikit turun berada di kisaran 18 ton-19 ton per ha pada tahun ini. Namun ketika pohon baru sudah bisa dipanen, Yasmin memproyeksikan produksi AALI bisa akan meningkat mencapai 25 ton per ha.
Di saat kondisi pasar CPO lesu pada tahun lalu, AALI pada kuartal III-2019 masih berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 111 miliar. Padahal emiten sejenis lainnya banyak mencatat penurunan laba di atas 90%. Sehingga membuktikan AALI sebagai salah satu market leader industri CPO di Indonesia. Sebab fundamental AALI masih solid menghadapi lesunya pasar di 2019.
Baca Juga: Sektor keuangan dan barang konsumen mulai mengangkat IHSG, ini saham penggeraknya
Sementara pada 2020 ini, Meilki memproyeksikan pendapatan AALI akan mencapai Rp 17,06 triliun dengan laba bersih sebanyak Rp 377 miliar. Yasmin memprediksi AALI akan membukukan pendapatan sebesar Rp 26,61 triliun dengan laba bersih sebanyak Rp 617 miliar.
Dengan kondisi fundamental AALI yang baik dan prospek CPO yang membaik, Meilki merekomendasikan buy saham AALI dengan target harga di Rp 15.600 sebelum harganya semakin naik. Sementara Yasmin juga sama-sama merekomendasikan buy dengan target harga masing-masing Rp 17.000.
Senin (10/2), harga saham AALI turun 4,98% ke Rp 11.450 per saham.
Baca Juga: Ini saham emiten CPO pilihan analis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News