Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana pendapatan tetap sepanjang 2017 lalu ciamik. Berdasarkan data Infovesta Utama, rata-rata kinerja reksadana berbasis obligasi ini selama tahun lalu mencapai 10,72%.
Meski masih di bawah reksadana saham, beberapa produk reksadana pendapatan tetap mampu menorehkan imbal hasil di atas rata-rata reksadana basis saham.
Misalnya, Manulife Dana Tetap Utama. Produk racikan Manulife Asset Management Indonesia (MAMI) ini sukses mencatatkan return 19,17%. Alhasil, produk itu menempati peringkat ketiga reksadana pendapatan tetap berkinerja terbaik.
Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI Ezra Nazula menyatakan, Manulife Dana Tetap Utama memiliki strategi investasi jangka panjang. Ini tak mengherankan lantaran produk itu mengincar investor institusi.
Kinerja produk ini juga terbantu oleh pasar obligasi Indonesia yang tengah menikmati tren positif sepanjang 2017. “Dengan kondisi makroekonomi domestik yang kondusif, pelemahan pasar pun hanya sementara sebelum pulih lagi,” kata Ezra.
Karena menerapkan strategi berorientasi jangka panjang, sebanyak 80% aset portofolio Manulife Dana Tetap Utama diisi obligasi tenor lebih dari 10 tahun. Sisanya berupa instrumen pasar uang. Untuk tahun ini, MAMI berniat untuk tetap mempertahankan strategi tersebut.
Selain MAMI, Batavia Prosperindo Aset Manajemen berhasil mengantarkan salah satu produknya dalam jajaran reksadana terbaik, yakni Batavia Pendapatan Tetap Utama Syariah. Produk ini berhasil membukukan kinerja 19,1%.
Yulius Manto, Direktur Batavia Prosperindo, mengatakan, strategi investasi perusahaannya adalah fokus menitikberatkan isi portofolio pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). "Tren inflasi pun menurun. Makanya, kinerja reksadana pendapatan tetap masih bagus," ujar dia.
Tak sebaik tahun lalu
Tapi, Yulius pesimistis, dengan prospek tahun ini. Dia memprediksikan, kinerja reksadana pendapatan tetap tahun ini tidak akan setinggi tahun lalu. Soalnya, potensi penurunan suku bunga di 2018 cenderung terbatas.
Apalagi, yield obligasi dengan tenor 10 tahun sudah sangat rendah. "Sekarang saja yield obligasi 10 tahun sudah 6,3% dan berpotensi turun lagi," tambah Yulius.
Segendang sepenarian, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana pun ragu reksadana pendapatan tetap tahun ini bisa mengulangi prestasinya di tahun lalu. Pasalnya, tingkat inflasi dan suku bunga acuan Indonesia sudah rendah. Ini membuat penurunan inflasi ataupun suku bunga acuan menjadi sulit.
Memang, dengan potensi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed) hingga tiga kali pada tahun ini, bisa saja Bank Indonesia ikut mengerek suku bunga acuan. Tapi, tidak signifikan. “Paling banter hanya naik ke level 4,75%,” ucap Wawan.
Tahun ini, Wawan pun memperkirakan, rata-rata kinerja reksadana pendapatan tetap hanya berada di kisaran 6%–7%. Sedangkan Yulius masih memprediksikan, kinerja reksadana pendapatan tetap ada di rentang 7%–8% hingga akhir 2018 mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News