Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pergerakan mata uang kawasan Asia tertekan kebijakan hawkish suku bunga Fed selama tahun 2023. Tekanan tersebut kemungkinan berkurang di tahun ini, menyusul rencana pemangkasan suku bunga global.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong mengamati, di awal tahun 2023, pada umumnya mata uang Asia tertekan oleh sikap agresif the Fed yang telah berlangsung sejak tahun 2022. Namun indeks dolar AS menutup tahun lalu dengan tren pelemahan, setelah sikap dovish The Fed pada dua bulan terakhir 2023.
Lukman menyebutkan, dolar Singapura (SGD) memimpin penguatan terhadap dolar AS di tahun 2023 sekitar 1,61%. Tangguhnya mata uang Singapura karena didukung sentimen investor terhadap mata uang berstatus safe haven regional.
Di samping itu, tingkat suku bunga yang relatif tinggi turut membuat SGD tampak menarik yang didukung pula trade balance dan current account surplus dalam jumlah besar.
Rupiah (IDR) juga cukup tangguh terhadap dolar AS yang menempati penguatan terbesar kedua setelah SGD di kawasan asia, dengan perubahan harga sekitar 1,24% pada tahun 2023. Mata uang garuda didukung tingkat suku bunga tinggi, surplus perdagangan dan intervensi Bank Indonesia (BI). Revisi Peraturan Pemerintah (PP) terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE) juga memberikan tenaga pada rupiah.
Baca Juga: Melemah 3 Hari Beruntun, Rupiah Spot Ditutup di Level Rp Rp 15.491 Kamis (4/1)
Sementara itu, Japanese Yen (JPY) adalah mata uang yang paling terpuruk selama tahun 2023. Walaupun menguat tajam di penghujung tahun, yen Jepang menutup tahun lalu dengan pelemahan sebesar -7,5% di hadapan dolar AS. Hal ini disebabkan oleh sikap Bank of Japan (BoJ) yang dovish dan tetap mempertahankan suku bunga negatif di -0,1%.
Lukman menambahkan, mata uang dari negara ekonomi terbesar kedua di dunia yakni China juga melemah terhadap dolar AS sekitar -3% selama tahun 2023. Chinese Yuan (CNY) tertekan oleh pertumbuhan ekonomi yang mengecewakan dan lebih rendah dari harapan.
“Pada umumnya mata uang Asia di tahun 2023 tertekan oleh sikap agresif The Fed. Namun dolar AS melemah di akhir tahun, setelah sikap dovish the Fed di dua bulan terakhir 2023,” imbuh Lukman kepada Kontan.co.id, Kamis (4/1).
Lukman memaparkan, prospek mata uang Asia di tahun 2024 akan tergantung pada beberapa faktor. Bank sentral dunia akan memulai siklus pemangakasan suku bunga akan menjadi faktor pendukung mata uang kawasan asia.
Menurut dia, mata uang Asia sebagai alternatif dolar AS kedepannya adalah CNY dan Singapore Dolar (SGD). Namun perlu dicatat bahwa kebijakan bank sentral dan pemerintah negara masing-masing lebih menentukan nilai tukar, ketimbang faktor dedolarisasi yang melemahkan posisi dolar AS.
Posisi USD/CNY diproyeksi dapat bergerak dalam kisaran level 6,8 - 7,0 di tahun 2024. Sedangkan, USD/SGD diperkirakan dapat menuju level harga 1.300 di tahun 2024.
Prospek penguatan CNY dinilai karena China sebagai eksportir yang permintaan produk mereka sangat tergantung pada nilai tukar. Sementara itu, Singapura didukung kebijakan manage float yang bisa menjaga nilai tukar pada rentang tertentu karena sangat bergantung pada ekspor dan impor.
Selain itu, Lukman menambahkan, suku bunga yang lebih rendah bisa memicu permintaan pada komoditas dan mendukung harga. Indonesia dan Malaysia akan diuntungkan harga komoditas yang lebih tinggi, namun bisa merugikan China sebagai konsumen terbesar.
“Tentunya kedua mata uang tersebut berpotensi menguat cukup besar. Namun seberapa besar penguatan akan tergantung pada kebijakan pemerintah dan bank sentral masing-masing,” tutur Lukman.
Analis Deu Calion Futures (DCFX) Andrew Fischer memandang bahwa CNY nampaknya yang berpotensi menjadi pengganti dari dominasi dolar AS selama ini. Hal itu seiring langkah dedolarisasi semakin nyata di tahun 2024 dengan semakin bertambahnya anggota BRICS.
Baca Juga: 30 Negara Menyatakan Minat untuk Bermitra dengan BRICS
CNY dianggap berpotensi menjadi mata uang yang diusung oleh kelompok negara anggota BRICS. Terlepas dari belum adanya pengumuman dari BRICS terkait penggunaan mata uang baru atau memanfaatkan mata uang dari anggota BRICS.
Baru-baru ini, Pemerintah Arab Saudi secara resmi bergabung dengan negara-negara blok BRICS pada Selasa (2/1/2024). Bahkan tidak hanya Arab Saudi, empat negara lainnya turut bergabung menjadi negara anggota BRICS.
Keanggotaan BRICS bertambah dua kali lipat dengan bergabungnya Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab (UEA), Ethiopia dan Mesir. Sebelumnya, anggota kelompok tersebut ialah Brazil, Russia, India, China, dan South Africa yang sekaligus merupakan singkatan dari BRICS.
Andrew menjelaskan, langkah negara-negara dunia untuk meninggalkan dolar AS atau disebut dedolarisasi semakin dekat seiring bertambahnya negara anggota BRICS. Pada dasarnya, kelompok negara BRICS memang bertujuan untuk menggantikan dolar AS.
“Tahun 2024 dedolarisasi semakin terlihat karena banyak yang menginginkan bergabung bersama BRICS,” kata Andrew kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News