kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan Suku Bunga AS Menguatkan USD, Ini Mata Uang Asia yang Menarik untuk Dilirik


Rabu, 02 Agustus 2023 / 18:09 WIB
Kenaikan Suku Bunga AS Menguatkan USD, Ini Mata Uang Asia yang Menarik untuk Dilirik
ILUSTRASI. Uang Dollar AS. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) ke 5,25%-5,50% pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Juli 2023 membawa dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap mayoritas mata uang. Hal ini terlihat dari indeks dolar AS yang terus naik dalam lima hari terakhir.

Merujuk data Investing.com, indeks dolar AS berada di level 102,23 per Rabu (2/8) pukul 17.07 WIB. Sejak pengumuman keputusan FOMC The Fed pada Kamis (27/7) pukul 12.00 WIB, indeks dolar AS sudah naik 1,62% dari level 100,60.

Dolar AS juga menguat terhadap mata uang negara-negara Asia, seperti Jepang, Singapura, dan Indonesia. Sejak Kamis (27/7) sampai dengan Selasa (1/8), dolar AS menguat 2,43% menjadi JPY 142,87 per USD, menguat 0,77% menjadi IDR 15.116 per USD, dan menguat 0,09% menjadi SGD 1,33 per USD.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, langkah bank sentral AS dalam menaikkan suku bunga acuannya memang membawa dampak negatif untuk mata uang negara-negara di Asia. Namun, Sutopo menilai pelemahan mata uang Asia hanya akan berlangsung dalam jangka pendek.

Baca Juga: Kompak, Rupiah Jisdor Melemah 0,35% ke Rp 15.171 Per Dolar AS Pada Rabu (2/8)

Pasalnya, kebijakan bank sentral utama dunia, termasuk European Central Bank (ECB) yang menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps telah diantisipasi pasar.

"Pasar juga memperkirakan kenaikan tingkat suku bunga telah mendekati puncak karena dampak suku bunga terhadap inflasi telah memberikan dampak yang diinginkan meski belum mencapai target para bank sentral," tutur Sutopo saat dihubungi Kontan.co.id, beberapa waktu lalu.

Menurut Sutopo, Yen Jepang menjadi mata uang yang paling terpengaruh kenaikan suku bunga The Fed dan ECB. Alasannya, Bank of Japan (BoJ) masih mempertahankan suku bunga negatifnya meski telah mempertebal imbal hasil Japan Government Bonds (JGB) hingga 1% dari sebelumnya 0,50%. Suku bunga yang tetap negatif membuat spread suku bunga Jepang dan AS semakin melebar.

Ekonom Samuel Sekuritas Lionel Priyadi menyampaikan, penguatan USD terhadap mayoritas mata uang juga didorong oleh masih adanya kemungkinan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuannya sekali lagi pada September atau November 2023.

Sementara itu, ECB mengirim sinyal penghentian sementara kenaikan suku bunga pada September 2023. Meskipun begitu, kemungkinan ini masih tentatif karena menunggu rilis data inflasi zona Eropa bulan Juli dan Agustus tahun ini.

Menurut Lionel, yang lebih menarik untuk dicermati adalah keputusan dovish tightening BoJ yang menaikkan rentang fluktuasi 10Y JGB menjadi 1%, tetapi tetap mempertahankan acuan yield curve control (YCC) 10Y di 0,5%.

"Hal ini tidak diantisipasi pasar dan mungkin akan memperkuat posisi JPY terhadap USD," ucap Lionel.

Oleh sebab itu, Lionel menilai koreksi JPY terhadap USD saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk mengoleksi JPY. Hingga akhir tahun, kurs USD-JPY diprediksi dapat kembali menguat ke JPY 135 atau JPY 130 per USD.

Tak ketinggalan, Lionel melihat posisi rupiah saat ini cenderung tertekan karena potensi current account deficit di akhir tahun dengan prediksi minus 0,6% terhadap produk domestik bruto (PDB). Selain itu, dana asing mulai kehilangan tenaga karena keuntungan di Surat Berharga Negara (SBN) yang mulai terbatas.

Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana menambahkan, penguatan dolar AS bukan hanya disebabkan oleh kenaikan suku bunga acuan The Fed, melainkan juga pertumbuhan ekonomi AS di kuartal II-2023 dan klaim tunjangan pengangguran AS yang lebih baik dari perkiraan.

Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Melemah 0,39% ke Rp 15.175 Per Dolar AS Pada Rabu (2/8)

"Dalam earning season, beberapa emiten juga mencatatkan kinerja sangat positif dan beberapa emiten mengalami tekanan. Hal ini turut mendorong capital inflow masuk ke AS," tutur Fikri.

Head of Futures PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra mengatakan, selain faktor The Fed, isu pelambatan ekonomi global terutama China juga menjadi faktor pelemahan nilai tukar regional terhadap dolar AS. Mengingat, China merupakan negara yang berpengaruh dalam perdagangan global.

Terkait rupiah, Fikri menilai sentimen dampak implementasi revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) per 1 Agustus 2023 akan memengaruhi pergerakan rupiah ke depannya. Ia memprediksi, rupiah masih akan tertahan di rentang Rp 14.900-Rp 15.400 per dolar AS.

Apabila DHE diimplementasikan dengan baik , maka rupiah akan terapresiasi ke bawah Rp 14.900 per dolar AS.

Sementara menurut Ariston, pelemahan nilai tukar regional termasuk rupiah merupakan keniscayaan karena faktor-faktor yang mempengaruhi pelemahan tersebut belum hilang. Potensi kisaran pergerakan rupiah berada di Rp 14.500-Rp 15.200 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×