Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Hambatan yang harus dihadapi perusahaan perkebunan cukup berat di tahun ini. Viviet Safitri, analis BNI Securities mengatakan, setelah sepanjang 2012, emiten perkebunan harus terbebani penurunan harga minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO). Di tahun ini, emiten harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk biaya tanam.
Banyak emiten yang mengeluhkan adanya kenaikan harga bibit dan upah tenaga kerja. Akibatnya, mereka memilih memangkas ekspansi tahun ini. Belum lagi, ada moratorium yang bisa membekukan izin pembukaan lahan baru. Aturan ini efektif Maret 2013.
Akibatnya, belanja modal yang semula digunakan untuk akuisisi lahan potensial harus dibatalkan. Perusahaan perkebunan kemudian memilih menggunakan dana mereka untuk biaya merawat kebun. Emiten juga lebih memilih membangun pabrik kelapa sawit untuk menunjang produksi.
Secara umum, prospek saham perkebunan di tahun ini memang masih suram. Cuaca buruk yang terjadi sejak akhir 2012 hingga kuartal I tahun ini akan menghambat distribusi CPO. Harapan satu-satunya adalah ada kenaikan harga CPO. Saya memperkirakan, harga CPO ada potensi naik dibanding 2012.
Saya memproyeksi, harga CPO di awal tahun ini bisa ke RM 2.975 per ton, sedikit lebih baik dibanding tahun lalu. Rata-rata harga CPO di tahun lalu mencapai RM 2.722 per ton. Sementara, estimasi harga rata-rata di tahun ini di kisaran RM 2.950 per ton.
Penyebabnya datang dari menurunnya pasokan CPO di awal tahun akibat cuaca yang buruk, sehingga volume pun menurun. Di saat yang sama, permintaan menjelang tahun baru China terus meningkat. Ditambah, keadaan ekonomi China kembali membaik.
Meski demikian, ada beberapa emiten yang sahamnya layak koleksi. Misalnya saja, PT BW Plantation Tbk (BWPT) yang mempunyai teknologi bagus sehingga mampu mengefisienkan biaya tenaga kerja. Selain itu, ada PT Salim Ivomas Tbk (SIMP) dan PT Astra Agro Lestari (AALI) mempunyai pabrik pengolahan berkapasitas besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News