Reporter: Aris Nurjani | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek emiten nikel masih harus cermati walaupun didorong oleh hilirisasi oleh pemerintah serta potensi produksi baterai electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik dan produk turunan nikel lainnya.
Selain itu, pemerintah sedang mendorong program kendaraan listrik sebagai upaya mencapai net zero emission (NZE) pada 2060. Bantuan subsidi untuk pembelian kendaraan motor listrik roda dua diberikan sebanyak 200.000 unit sampai Desember 2023 sebesar Rp 7 juta per unit. Sementara bantuan subsidi roda empat atau mobil listrik akan diberikan kepada 35.900 unit.
Dengan menggeliatnya penjualan kendaraan listrik, maka nikel sebagai bahan baku baterai listrik akan semakin dibutuhkan. Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, volume ekspor nikel dan barang daripadanya naik 367% periode Januari-Desember 2022 atau mencapai 778.400 ton. Volume ekspor tersebut menjadikan nilai ekspor nikel dan barang daripadanya ikut meningkat sebesar US$ 5,97 miliar.
Baca Juga: Laba Vale Indonesia (INCO) Melesat 207% pada Kuartal I 2023
Mengutip situs Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dimana Data US Geological Survey menunjukkan cadangan nikel Indonesia menempati peringkat pertama yakni mencapai 21 juta ton atau setara 22% cadangan global.
Produksi nikel Indonesia menempati peringkat pertama yakni sebesar 1 juta ton, melebihi Filipina (370.000 ton) dan Rusia (250.000 ton). Hilirisasi nikel juga telah terbukti berkontribusi positif dan di sepanjang 2022 telah berkontribusi 2,17% terhadap total ekspor non migas.
Sebagai wujud hilirisasi, pemerintah pun mendorong pembangunan fasilitas pengolahan nikel untuk diproduksi dalam negeri sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.
Baca Juga: Harga Tembaga hingga Aluminium Turun Tertekan Lemahnya Permintaan dari China
Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya mengatakan harga nikel melonjak pada 2022 akibat konflik geopolitik Rusia dan Ukraina yang merupakan negara produsen nikel terbesar di dunia.
"Hal ini tentu menguntungkan emiten-emiten terkait dan wajar jika kinerjanya melampaui perkiraan kami dan mayoritas pelaku pasar," kata Cheril kepada Kontan.co.id, Rabu (26/4).
Cheril mengatakan prospek emiten nikel masih harus dicermati lantaran masih terdapat potensi perlambatan ekonomi global dan dapat menekan penjualan dan produksi kendaraan listrik global. Bahkan China yang merupakan negara konsumen nikel terbesar dunia menerapkan target pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah untuk tahun 2023.
Baca Juga: MIND ID Ingin Jadi Pemegang Mayoritas Saham Vale Indonesia (INCO)
Menurut Cheril nikel dapat digunakan luas dalam dunia industri, tidak hanya baterai tetapi juga untuk peralatan konstruksi. Dalam industri nikel dapat digunakan untuk produksi stainless steel dan meningkatkan daya tahannya.
Adapun sentimen positif yang dapat mendongkrak kinerja emiten nikel yaitu berasal dari China yang sudah menghapus kebijakan Zero Covid sehingga ekonomi di Asia diharapkan bisa berjalan tanpa hambatan. Sementara, sentimen negatif berasal dari efek domino dari perlambatan ekonomi di AS.
Cheril merekomendasikan hold untuk saham ANTM dengan target harga di Rp 2.160 per saham dan INCO dengan target harga di Rp 6.800 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News