Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Indika Energy Tbk (INDY) selama enam bulan pertama 2020 mengalami tekanan. Emiten pertambangan batubara tersebut membukukan kerugian sebesar US$ 21,91 juta. Pada periode yang sama tahun lalu, INDY masih membukukan laba bersih senilai US$ 12,66 juta.
Mengutip laporan keuangan, kerugian ini sejalan dengan menurunnya kinerja topline INDY. Per semester I-2020, penghuni Indeks Kompas100 ini membukukan pendapatan bersih senilai US$ 1,13 miliar, turun 18,26% dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni US$ 1,38 miliar.
Meski demikian, Head of Corporate Communications Indika Energy Ricky Fernando enggan untuk mengomentari lebih lanjut mengenai kinerja INDY per semester pertama 2020 tersebut. “Kami tidak bisa memberikan komentar lebih lanjut karena kami sudah memasuki black-out period,” ujar Ricky, Senin (28/9).
Yang jelas, INDY masih mempertahankan target produksi untuk tahun ini, yang telah disepakati oleh pemerintah, yakni sebanyak 30,95 juta ton. Target produksi ini terbagi atas dua porsi, yakni Kideco Jaya Agung sebesar 29,65 juta ton dan Multi Tambang Utama sebesar 1,3 juta ton.
Baca Juga: Indika Energy (INDY) cetak rugi bersih US$ 21,91 juta di semester I-2020
Per Juli 2020, realisasi produksi batubara INDY mencapai 20,4 juta ton. Produksi ini terdiri atas produksi Kideco Jaya Agung sebesar 19,5 juta ton batubara, yang hampir sama dengan realisasi produksi Kideco pada periode yang sama di tahun lalu, yakni sebanyak 19,6 juta ton.
Angka produksi juga disumbang oleh Multi Tambang yang memproduksi 900.000 ton batubara per Juli 2020. Jumlah ini juga sama dengan realisasi produksi di periode yang sama tahun sebelumnya.
Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas menilai prospek Indika Energy masih berat. Sebab, harga batubara masih fluktuatif dan masih rentan terkoreksi sering dengan permintaan yang terganggu akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Indika Energy (INDY) akan terbitkan global bond US$ 650 juta, simak peruntukannya
Saat ini, harga batubara untuk kontrak Oktober 2020 masih berada di harga US$ 58,8 per metrik ton. Harga ini masih cukup jauh dari harga akhir tahun 2019 yang masih ada di US$ 67,70 per metrik ton.
Meski demikian, langkah INDY untuk mendiversifikasikan bisnis ke tambang emas dinilai Sukarno akan membantu mengurangi eksposur harga batubara dalam jangka panjang. “Diversifikasi bisa berdampak positif karena sumber pendapatan baru bertambah. Tetapi kan (tambang emas) itu baru beroperasi dan baru bisa dirasakan manfaatnya tahun 2022,” ujar Sukarno kepada Kontan.co.id, Senin (28/9).
Pada awal September 2020 ini, INDY melalui anak usahanya PT Indika Mineral Investindo, menyelesaikan penyertaan saham tahap pertama sebesar 25% pada PT Masmindo Dwi Area, dengan nilai total penyertaan sejumlah US$ 15 juta.
Masmindo merupakan pengelola Proyek Awak Emas di Sulawesi Selatan, yang memiliki perkiraan cadangan ore sebesar 1,1 juta ons dan sumber daya sebesar 2 juta ons. Jika tidak ada aral melintang, maka tambang emas Awak Mas bisa beroperasi pada tahun 2022 mendatang.
Baca Juga: Indika (INDY) Bidik Penguasaan 40% Saham Tambang Emas Awak Mas
Ricky mengatakan, INDY akan menambah kepemilikan di PT Masmindo Dwi Area hingga mencapai 40%. Transaksi ini merupakan salah satu bentuk diversifikasi INDY ke bisnis non-batubara.
Untuk saat ini, Sukarno merekomendasikan wait and see untuk saham INDY. Memang, jika dilihat secara valuasi, rata-rata nilai buku atau price to book value (PBV) sudah berada di bawah rata-rata PBV dalam 5 tahun terakhir. Terdapat diskon current PBV saat ini, yakni 0,4 kali dibanding PBV rata-rata dalam 5 tahun yakni 0,7 kali.
Adapun harga wajar saham INDY jika menggunakan PBV 0,7 kali berada di level Rp 1.525. Harga saham INDY pada hari ini berada di Rp 915. Saran Sukarno, investor bisa menunggu momentum teknikal sembari memantau perkembangan penemuan vaksin yang akan berdampak pada pulihnya ekonomi dunia sehingga permintaan batubara bisa kembali normal.
Baca Juga: Per Juli 2020, realisasi produksi batuabara Indika Energy (INDY) capai 20,4 juta ton
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News