Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) berniat mendongkrak produksi bijih timah hingga 35.000 ton tahun ini. Untuk merealisasikan target itu, perusahaan tambang pelat merah tersebut memperluas cakupan eksplorasi timah pada tambang yang sudah ada.
Dalam enam bulan pertama 2017, TINS telah menghasilkan bijih timah sebanyak 16.078 ton. Angka ini melesat 76,52% dibandingkan dengan periode sama 2016 yang hanya sebesar 9.108 ton.
Perusahaan yang berdiri 1976 silam ini juga berniat memperbesar kapasitas produksi tambang. Misalnya, dengan melakukan eksplorasi di daerah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang belum digarap. TINS pun akan mengecek ulang tambang-tambang yang sudah dibor. "Potensinya masih besar. Ini menjadi sumber cadangan kami," kata Amin Haris Sugiarto, Sekretaris Perusahaan TINS, ke KONTAN, Kamis (28/9).
TINS memang lebih memilih memaksimalkan potensi cadangan dari tambang yang sudah ada. Luas seluruh IUP milik mereka di darat mencapai 331.580 hektare (ha), sedang di laut 184.400 ha.
Saat ini, eksplorasi TINS berada di Bangka, Belitung, dan Pulau Kundur. "Untuk mengimbangi eksplorasi tersebut, kami juga akan menambah alat-alat produksi seperti kapal," tambah Amin.
Nah, biaya untuk memperbesar kapasitas dan pembelian alat-alat produksi inilah yang menelan belanja modal TINS paling besar. Sementara biaya eksplorasi masih menggunakan dana internal perusahaan. Tahun ini, TINS menganggarkan belanja modal sebesar Rp 2,6 triliun. "Realisasi sampai Juni sudah 60%70% terserap," ujar Amin.
Kinerja TINS tahun ini tampaknya bakal menanjak. Muhammad Nafan Aji, Analis Binaartha Parama Sekuritas, menyatakan, kenaikan kinerja itu terjadi seiring harga timah dunia yang membaik.
Memang, mengutip Bloomberg, Jumat (29/9), harga timah kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange merosot 0,48% ke level US$ 20.600 per metrik ton. Tapi, dalam sepekan terakhir harganya naik 0,73%.
Sentimen positif bagi TINS bertambah lantaran kondisi pertambangan timah dalam skala domestik yang kondusif. "TINS berhasil mencatat laba bersih semester I 2017 sebesar Rp 160,65 miliar, padahal tahun 2016 mengalami rugi bersih," ungkap Nafan.
Namun, TINS juga harus mewaspadai penguatan dollar Amerika Serikat (AS). Terlebih, jika bank sentral AS, The Fed, jadi merealisasikan kenaikan suku bunga di akhir tahun nanti. "Kalau dari dalam negeri, selama pemerintah tidak melakukan intervensi yang menghambat dunia investasi pertambangan di tanah air, maka kinerja TINS akan positif," tegas Nafan.
Prediksi Nafan, pendapatan TINS bisa terkerek hingga 22% menjadi Rp 8,6 triliun di ujung 2017 nanti. Sementara laba bersihnya berpotensi naik 19% jadi Rp 301 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News