Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Arus keluar (outflow) dana asing menggoyahkan posisi nilai tukar rupiah. Fundamental ekonomi Indonesia juga terguncang yang membuat investor hengkang dari pasar modal Indonesia.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), selama 23-26 September 2024, non-residen atau investor asing tercatat jual neto sebesar Rp 9,73 triliun. Ini terdiri dari jual neto sebesar Rp 2,88 triliun di pasar saham, Rp1,30 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan Rp5,55 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Per hari ini, Rabu (2/10), dana asing di pasar saham kabur lagi yang tercatat jual bersih di seluruh pasar sebesar Rp 662,59 miliar. Sedangkan, dana asing di pasar SBN berkurang dari posisi 26 September 2024 sebesar Rp 873,12 triliun menjadi Rp 870,58 per 30 September 2024.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana melihat, outflow yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini utamanya mungkin disebabkan oleh eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah. Tensi yang meningkat di kawasan Timur Tengah mengakibatkan pasar risk-off atawa menghindari risiko, sehingga banyak beralih ke aset lindung nilai (safe haven) salah satunya dolar AS.
Baca Juga: Pimpin Return Tertinggi, Reksadana Campuran Didukung Volatilitas Saham dan Obligasi
Seperti diketahui, Iran menembakkan rentetan rudal ke Israel pada Selasa (1/10) malam. Serangan tersebut dijelaskan sebagai balasan atas perbuatan Israel terhadap Gaza maupun Lebanon, serta balasan atas pembunuhan pimpinan Iran dan Hamas.
Fikri melanjutkan, aliran dana asing keluar dari pasar modal Indonesia turut dipengaruhi pernyataan Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, yang berhati-hati dalam penurunan suku bunga acuan ke depan. Pernyataan Powell tersebut praktis mengangkat indeks dolar.
Ditambah lagi, fundamental ekonomi Indonesia goyah seiring rilis data PMI Manufaktur kembali terkontraksi dan Indonesia mencatatkan deflasi selama lima bulan berturut-turut. Ini mengindikasikan daya beli masyarakat Indonesia turun dan ekonomi Indonesia tidak sekuat yang diharapkan.
"Jadi dari sisi global dan sisi domestik mendorong adanya aliran capital outflow di Indonesia dalam hampir 10 hari terakhir," jelas Fikri saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (2/10).
Baca Juga: Tensi Geopolitik di Timur Tengah Hingga PMI Manufaktur yang Masih Lesu Menekan Rupiah
Fikri menambahkan, investor asing pergi dari Indonesia sedikit banyak juga dipengaruhi oleh dampak stimulus China. Hal itu terjadi sejak awal pekan saat Tiongkok memangkas suku bunga 7-day reverse repo dari 1,7% menjadi 1,5%.
Harapan ekonomi China yang lebih baik mendorong pendapatan dari emiten-emiten di negara tersebut punya prospek bagus. Indeks saham di China juga seakan-akan lebih murah dibandingkan negara lainnya.
Fikri mengatakan, outflow ataupun inflow dana asing cukup berpengaruh bagi nilai tukar rupiah. Bila nilainya besar, maka rupiah wajar terdepresiasi seperti yang terlihat saat ini. Dan sebaliknya.
Adapun kepemilikan asing di pasar SBN sekitar 14.70% atau tercatat sebesar Rp 870,58 triliun per 30 September 2024. Sementara itu, kepemilikan asing di instrumen SRBI tercatat sebesar Rp 250,58 triliun atau setara 27,21%, per 30 Agustus 2024.
Baca Juga: Asing Tinggalkan Pasar Modal Indonesia, Rupiah Aman?
Menurut Fikri, tren outflow kemungkinan belum segera berakhir karena tensi geopolitik timur tengah berpotensi memasuki babak baru. Bila melihat kondisi sekarang, konflik Timur Tengah diperkirakan masih berlanjut. Memanasnya konflik bisa menguatkan dolar AS sebagai aset safe haven dan sebaliknya menekan rupiah.
Sementara itu, China juga masih akan menebar beragam stimulus lagi untuk menggenjot perekonomiannya. Di sisi lain, Indonesia masih diliputi sentimen negatif karena melemahnya fundamental perekonomian Indonesia.
Namun, Fikri berujar, sentimen negatif dalam negeri ini bisa diminimalisir dengan hadirnya pemerintahan baru. Sejumlah janji kampanye seperti subsidi makanan dan susu gratis diharapkan bisa mendorong daya beli.
Dengan berbagai faktor tersebut, Fikri memperkirakan, rupiah akan bergerak stabil hingga akhir 2024. Level saat ini mungkin akan dijaga oleh Bank Indonesia (BI).
"Menurut saya, saya ekspektasi rupiah di akhir tahun antara Rp 15.100 sampai Rp 15.400 per dolar AS," pungkas Fikri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News