Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar modal Indonesia mencatatkan arus keluar (outflow) dana asing dalam sepekan terakhir. Tren outflow dipengaruhi berbagai faktor mulai dari sentimen suku bunga, stimulus China, hingga aksi profit taking.
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, Nanang Wahyudin mengamati, keluarnya dana asing dari pasar modal Indonesia, baik di pasar saham maupun obligasi, dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Pertama, outflow terjadi seiring adanya risk-on di pasar. Hal tersebut menyusul kebijakan dovish Federal Reserve (The Fed) yang bahkan diproyeksi akan memangkas kembali suku bunga sebesar 50-75 bps hingga akhir tahun 2024.
Sentimen risk-on di pasar keuangan telah membangkitkan optimisme pasar dan investor tidak lagi menahan diri. Ini tercermin dari outflow asing pada pasar obligasi nilainya lebih besar daripada pasar saham.
Baca Juga: Rupiah Sulit Rebound, Diprediksi Lanjut Melemah pada Kamis (3/10)
Kedua, dana asing minggat dari pasar Indonesia karena inverted yield curve di obligasi negara AS, US Treasury yang berlangsung selama 2 tahun sudah mulai berakhir dan sudah memasuki zona positif. Dengan demikian, instrumen pasar uang (money market) sudah mulai ditinggalkan oleh investor yang bisa dilihat dari outlflow pada SRBI lebih besar daripada SBN.
Ketiga, sedikit banyak outflow asing dipengaruhi pula dampak makro global di China. Seperti diketahui, bank sentral China PBoC tengah menebar stimulus jumbo sebesar 800 miliar yuan untuk mengundang investor masuk ke pasar keuangan China. Secara valuasi, indeks saham China, baik indeks Hang Seng maupun indeks Shanghai Shenzen CSI 300, sudah sangat overvalued.
Keempat, ditinggalkannya pasar modal Indonesia khususnya saham karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah naik cukup tajam sekitar 12% di Agustus 2024. Bulan lalu, IHSG sekaligus mencetak rekor All Time High (ATH).
Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Melemah ke Rp 15.268 Per Dolar AS Pada Hari Ini (2/10)
Sehingga, wajar bila pasar saham terjadi koreksi, sebelum lanjutkan penguatan. IHSG pun sudah terkoreksi disertai outlow sekitar Rp 9 triliun seiring banyaknya aksi ambil untung (profit taking). Saham Big Banks seperti BBCA, BBRI, BMRI dan BBNI mengalami outflow paling besar.
"Selama beberapa hari terakhir outflow terus terjadi, baik pada pasar saham maupun pasar obligasi di tenor pendek dan panjang," kata Nanang kepada Kontan.co.id, Rabu (2/10).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), selama 23 - 26 September 2024, nonresiden atau investor asing tercatat jual neto sebesar Rp 9,73 triliun. Ini terdiri dari jual neto sebesar Rp 2,88 triliun di pasar saham, Rp1,30 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan Rp 5,55 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Kendati demikian, Nanang melihat, tren outflow di Indonesia mungkin tidak akan berkepanjangan. Optimisme itu karena masih solidnya fundamental perekonomian Indonesia dan investasi asing terpantau sudah perlahan kembali mengalir ke tanah air.
Baca Juga: Nasib SRBI Setelah Suku Bunga Turun, Rencana Exit Strategy Bank Indonesia Disoal
Oleh karena itu pula, kurs rupiah diyakini akan kembali menguat salah satunya didukung potensi baliknya dana asing ke Indonesia. Selama tiga hari perdagangan pekan ini, rupiah terpantau berada dalam tren pelemahan yang ditutup pada posisi Rp 15.268 per dolar AS, Rabu (2/10).
Nanang menyebutkan, nilai tukar rupiah akan didukung cadangan devisa yang kuat, tingkat inflasi yang sudah berada di level target Bank Indonesia (BI), ruang penurunan tingkat suku bunga yang terbuka lebar sampai akhir 2024 serta PDB yang masih terjaga di kisaran level 5%.
Di samping itu, dua hari terakhir IHSG juga sudah mulai mencatatkan arus masuk (inflow) kembali. Pergerakan imbal hasil (yield) SBN juga akan ditopang oleh investor domestik, baik retail maupun institusi.
Dari sisi global, AS akan merilis data ketenagakerjaan pada pekan ini seperti data non-farm payroll (NFP) dan tingkat pengangguran. Data ketenagakerjaan AS diprediksi kembali melemah. Hal ini bisa menekan indeks dolar sekaligus akan berdampak positif terhadap pergerakan kurs Rupiah,
"Semua hal tersebut bisa menopang tekanan pada rupiah. Kurs rupiah diprediksi bisa kembali ke area level Rp 15.108 per dolar AS," pungkas Nanang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News