Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kenaikan The Fed yang sudah diprediksi pelaku pasar tidak membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergejolak. Manajer Investasi pun percaya diri mengeluarkan produk reksadana berbasis ETF dengan benchmark IHSG.
Edbert Suryajaya, Head of Research & Consulting Services Infovesta Utama mengatakan sebagian besar pelaku pasar sudah mengekspektasikan kenaikan The Fed. “Sesuatu yang sudah sesuai dengan ekspektasi biasanya tidak akan berpengaruh membuat pasar saham gonjang-ganjing,” kata Edbert.
Saat ini Edbert menilai kenaikan dan penurunan yang terjadi di IHSG masih bergerak normal. Kondisi indeks yang masih stabil tampaknya juga sudah diprediksikan Pinnacle Invesment. Di bulan Juni, Pinncale Investment meluncurkan dua produk reksadana ETF baru.
Produk kedua dan ketiga reksadana ETF Pinnacle Invesment ini bertajuk Pinnacle Indonesia Large-Cap ETF (XPLC) yang diluncurkan pada Rabu (14/6). Sedangkan, produk reksadana ETF yang lain bernama Pinnacle Core High Dividend ETF (XPDV) meluncur pada Jumat (9/6).
Guntur Putra, President & Chief Executive Officer (CEO) Pinnacle Investment mengatakan produk XPLC memilih saham-saham berkapitalisasi besar sebagai isi dari portofolionya. Sedangkan, produk XPDV fokus memilih saham yang memberikan dividen tinggi sebagai isi portofolionya.
Pada kedua produk reksadana ini sebanyak 80% hingga 100% portofolio berisi saham dengan jumlah sekitar 20-30 saham. “Fokus utama kita untuk bisa menghasilkan likuiditas tinggi, maka mayoritas saham yang dipilih di large cap,” kata Guntur.
Dengan portofolio tersebut, Guntur mengatakan indikasi return kedua reksadana ETF tersebut bisa melebihi 3% dari indeks acuan IHSG.
Menurut Edbert target 3% di atas IHSG masih masuk akal untuk dicapai, meski biasanya kinerja reksadana meniru kinerja indeks. “Jika ingin di atas indeks maka harus ada strategi tertentu yang diterapkan,” kata Edbert.
Strategi pemilihan portofolio sahamnya, Guntur tidak pilih berdasarkan sektor melainkan pada fundamental saham-saham berkapitalisasi besar dan pemberi dividen tertinggi. Guntur mengatakan Pinnacle menggunakan strategi khusus bernama smart beta.
“Dengan smart beta strategy ini kami menawarkan alpha untuk bisa out perform di atas market, dengan tingkat likuiditas yang tinggi serta transparansi yang menyeluruh dan diversifikasi yang jelas,” kata Guntur.
Saat ini Edbert masih melihat kondisi indeks aman belum ada gejolak signifikan yang akan terjadi. Sentimen positif dari dalam negeri juga semakin menguatkan kinerja indeks.
“The Fed naik, tapi satu kondisi kita cukup kuat dari cadangan devisa tinggi, nilai tukar rupiah stabil, pengaruh kenaikan The Fed belum akan terasa di pasar modal,” kata Edbert.
Pinnacle Investment menetapkan minimal pembelian di pasar primer Rp 50 juta dan Rp 50.000 di pasar sekunder. Kini sebesar 70%-80% investor yang bergabung adalah institusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News